Mentari
pagi terlihat mengemukakan senyum, burung- burung berkicau dengan merdu di
depan rumah. Teriakan gaduh kuda besi di jalanan menambah keceriaan pada pagi
hari. Duduklah seorang lelaki berjenggot tebal,
kulit keriput dengan baju
compang camping dalam keadaan tak berupa, di hadapan lelaki berjenggot banyak tumpukan rejeki yang bau dan kotor dan
di sulap menjadi bahan kehidupan sehari-
hari. Di tengah kehidupan orang modern yang bergelimang harta, ternyata masih
ada orang yang merasakan kehidupan yang keras dan pahit.
Dari
tumpukan rejeki, seorang lelaki berjenggot membawa hasil yang diperolehnya ke
salah satu tempat penampungan yang menjadi terminal bagi setiap rekan seprofesi.
Sosok Lelaki berjenggot tebal itu bernama Suparman, ia rela membuka mata pada
saat orang- orang masih terlelap dalam mimpi. Demi menghidupi keluarga di rumah
sebanyak 4 orang buah hati juga 1 orang
bidadari hidup.
Saat
sebagian orang masih tetidur lelap Suparman membuka mata lebih awal dari pada
saat orang- orang terlelap tidur agar menunaikan ibadah sholat sunat tahajud
serta berdo’a pada sang maha pencipta agar rejeki dapat dimudahkan dan diberi barakah meskipun profesi yang digeluti
sangat berbeda dengan orang lain. Suparman tak berpikir panjang atas profesi
itu, karena tak punya pilihan lain.
Adzan
subuh berkumandang itulah awal bagi suparman untuk mengais rejeki, demi sang
buah hati suparman yang sudah bersekolah semua. Ada yang duduk di kelas 1
sekolah dasar, ada yang duduk di sekolah menengah pertama , ada juga duduk di
bangku sekolah menengah pertama sampai perguruan tinggipun ada. Buah
hati lelaki berjenggot itu semuanya
laki- laki. Mereka sudah bisa membantu meringankan beban ke 2 orang tuanya.
Meskipun demikian Suparman enggan melepas profesi yang seharusnya sudah di tinggalkan itu, melihat umur yang
sudah tidak karuan.
Karung,
celana dan baju compang camping menjadi seragam baginya, setiap melankangkahkan
kaki untuk mengais rejeki tak ketinggalan pakaian koko yang setia menemani.
Ucapan bismillah ia lantunkan saat akan berangkat dan pamitan pada bidadari
hidup yang selalu setia meskipun pekerjaan suaminya dikatakan jauh dari
kelayakan. Dia bernama Putri, seorang wanita cantik, terpikat kada lelaki
berjenggot karena kebaikan dan keikhlasannya.
Menyusuri
jalan dengan pandangan mata tertuju ke bawah, satu demi satu kaleng dan bekas
air minum di pungut satu persatu
dimasukan kedalam karung. Bermodalkan
sabar dan ikhlas satu demi satu bekas botol minuman itu terkumpul
menjadi banyak. Suparman biasa mengumpulkan botol air kemasan itu sampai larut
malam. Seperti biasa, istirahat hanya beberapa puluh menit, dalam setiap
istirahat hanya pada saat adzan berkumandang saja, suparman tak pernah
meninggalkan ibadah yang ditujukan pada sang khalik.
Dalam
salah satu waktu suparman sempat bertemu dengan seseorang lelaki paruh baya memakai seragam putih abu
abu ketika sang mentari bersinar, saat
suparman sudah mengumpulkan banyak botol bekas dan duduk santai di tepi
jalan. Dari kejauhan terlihat lelaki paruh banya itu melihat dengan sinis,
kemudian menghampiri suparman,
”Bapaknya
Roni?tanya lelaki paruh baya itu sambil terheran kagum,”
“Ia,
memangnya kenapa de?”
“Subhanalloh,
ternyata yang diceritakn Roni tentang Profesi bapak benar sekali, Roni sering
bercerita di depan kelas tentang kegigihan dan kesabaran bapak dalam menghidupi
keluarga.”
“Apa
benar yang dikatakan ade ini? Sambil menitihkan air mata terharu.”
“Iya
benar pa, bakhan Roni adalah satu- satunya siswa terbaik di sekolah. Meskipun keadaan
bapak seperti ini tapi Roni tidak pernah mengeluh saat belajar di sekolah.”
“Allahuakbar,
suparman menangis haru di depan lelaki paruh baya itu.”
“Maaf
pa, saya harus berangkat sekolah , karena
takut kesiangan.”
“Makashi
ya de, kabar yang engkau bawa, menjadi pecut bagi bapa.”
Terik
matahari begitu cepat keluar setelah suparman mendengar kabar gembira bagai
bumi mendapatkan sinar matahari, tersayup sayup hatinya.
Tumpukan
botol sampah yang telah tekumpul di gendol diatas punggung untuk di setor ke
bank sampah. Sengatan terik matahari yang
begitu menyengat tak dihiraukan, rasa senang dan bangga pasa sang buah
hati menjadi tameng teriknya sinar matahari.
“Kang
niih botol aku sudah terkumpul untuk jatah pagi hari, pada sang kasir bank
sampah,” terlihat lesu namun berdecak bahagia.
“
wiiih pak, dapet banyak niiih dari tdi pagi”,
“Iya
Alhamdulillah, tdi pagi aku dapat cambuk yang begitu luar biasa pada hati dan
pikiran saya,” tutur suparman.
“Ini
pa bayaran untuk kali ini, semoga bisa bermamfaat dan barokah.”
“Amiiin.”
Siang
hari itu suparman senang dengan penghasilan yang dinilai cukup untuk satu hari.
Adzan dzuhur telah berkumandang dan berniat untuk ,melepas lelah dengan
sembahyang dzuhur . karena rumah sederhananya jauh sekali dengan bank sampah
tempat penyetoran botol bekas itu. Kira kira suparman berjalan sekitar 15 km
perharinya.
Di
teras masjid yang telah di singgahi, merentangkan badan yang seharian berjalan
kaki. Tulang tulang punggung yang kaku, bersuara keras.
Indahnya
hidup bila di jalani denga ikhlas dan mempunyai kabar gembira yang sangat
dasyat dirasakan. Mata terpejam, pikiran dikit sedikit melayang ke awing awing
pelampiasan rasa lelah yang dijalani suparman.
”Ya
allah nikmatmu tiada dua dengan kabar gembira yang kau berikan padaku saat ini,
harta berlimpah aku takan menjamin kenikmatan s eperti ini,” tutur suparman.
Namun
ia tak sempat lama dalam waktu peristirahatan, suparman dengan segera
membangunkan badan serta menghentakan langkah kaki untuk membersihkan kotoran
di tubuh untuk menghadap sang maha
penciptanya. Kulit yang agak keriput dan dekil
Nampak cerah dan bersih setelah berwudhu. Ia bergegas mengganti pakaian
compang camping yang dipakai dengan pakaian muslim koko. Nampak seperti hilang
seorang pemulung botol bekas minuman.di setiap gerakan gerakan sholat yang
dijalani sangat khusu dan bermakna sekali. Tak lupa juga sering berdzikir pada
sang maha pencipta setelah selesai menunaikan ibadah.
Dirumah
terdapat beberapa anak suparman yang sudah pulang sekolah. Anak yang duduk di
bangku sekolah dasar bernama iman, sedangkan anaka yang duduk di sekolah
menengah pertama bernama taqwa, roni adalah anak yang duduk di kelas 2 Sekolah
menengah Atas dan solihin adalah anak terakhir dari suparman yang duduk di
perguruan tinggi yang berfokus di studi menejemen industri.
Ke
empat anak suparman ini mempunyai prestasi gemilang di setiap sekolah. Meskipun
hanya di berikan makanan ala kadar tapi tak mempengaruhi niat dan motivasi
belajar ke 4 orang anaknya. Solihin mahaiswa perguruan tinggi semester 6 yang
tak meminta biaya sekolah pada kedua orang tua karena mendapat beasiswa
supersmart dari kampus tempat ia belajar.
Lain
halnya dengan Roni siswa sekolah menengah atas yang mengambil jurusan Ipa , di
sekolah roni adalah satu- satunya siswa yang aktif dan mendapatkan berbagai
penghargaan kejuaran lomba matematika baik tingkat nasional maupun
internasioanal.
Taqwa
juga tak ketinggalan dalam hal prestasi, ia siswa sekolah menengah pertama yang
mempunyai potensi yang luar biasa. Taqwa adalah salah satu atlet pemain
sepakbola tingkat daerah yang meraih berbagai prestasi. Taqwa juga mendapatkan
beasiswa dari sekolah juga, bahkan dari club olahraga yang ia ikuti.
Dan
yang terakhir si bungsu dari suparman yaitu Iman, masih duduk di kelas 4
Sekolah dasar. Si bungsu juga mempunyai prestasi yang membanggakan sekali. Iman
adalah hafidz Al-qur’an yang sering mendapatkan kejuaraan di tingkat nasional.
Tengah
hari saat trik matahari menyengat, ke empat orang anak ini sudah pulang lebih
awal. Mereka selalu bercanda tawa dan saling bertukar pikiran.
“Kak
soleh,” panggil adik-adik solihin.
“Apa
de, ko kalian sudah pulang,?” Jawab solihin sambil melepar senyum.
“Ia
nih ka, aku lagi ga enak badan.” Jawab si bungsu.
“Kalau
Taqwa kenapa sudah pulang, biasanya pukul 3 sore baru pulang?”
“Emmkh
gurunya lagi rapat kak,”
“Kalau
Roni, apa tidak ada studi tambahan?”
“Kebetulan
tidak kak, jadwalnya dipindah ke hari esok.” Sambil tersenyum .
“Alhamdulillah
kalau begitu, kita bisa berkumpul kembali.”
“Iman,
kamu istirahat saja dikamar agar nanti malam
dapat pergi ke pengajian.”
“Ia
ka soleh,”
Datang
ibu Putri, yang baru bekerja di salah satu rumah tetangga.
“Assalamualaikum”
“Waalaikum
salam jawab serentak anak- anaknya”
“Eehhh
nak, kalian sudah pulang. Maaf ya nak,
belum ada makanan karena ibu belum masak, kalian sudah lapar?”
“Alhamdulillah
belum bu, soleh sudah makan tadi pas pulang ngampus,”
“Roni
juga bu, tadi di traktir teman makan bakso,”
“Taqwa
juga bu sudah.”
“Kalau
Iman kemana? Belum pulang,” Tanya ibu Putri dengan mimic muka gelisah.
“Iman
lagi ga enak badan bu, tadi iman pulang lebih awal. Sekarang ia lagi
merentangkan badan dan melelapkan rasa sakit di kamar.”
“Innanillahi,
iman sakit.” Ibu Putri bergegas melangkahkan kaki ke kamar iman yang berada di
lantai atas. Hentakan kaki ibu putri terasa lebih cepat dengan cemas dan
gelisah.
Sampai
di kamar iman ibunya lagsung melihat kondisi sang hafidz itu.
“Nak,
kamu tidak apa- apa?” Sabil raut dan mimic muka yang gelisah.
“Ibu?,
“iman menjawab dalam keadaan setengah sadar.
“Ia
ini ibu nak,” sambil menempelkan tangan sang ibu di jidat sang buah hati.
“Ibu,
maaf iman lagi ga enak badan , jadi pulang lebih awal dari sekolah,kata guru biar
tidak terjadi apa- apa.”
“Iya
ga papa nak kamu sudah melakukan hal benar, kalo lagi sakit itu jangan
memaksakan sekolah. Nanti jadi lebih tak bisa tertolong.”
“Iya
bu,” sambil memeluk ibunya,
I”bu
akan mempersiapkan untuk makan malam, setelah bapak datang kita makan bersama.
Iman kamu istirahat lagi aja.”
“Iya
bu,” sambil merentangkan sekujur tubuhnya kekasur.
Ibu
putri sangat merasa lega karena si bungsu tidak terlalu parah, hanya demam
biasa dan bergegas ke dapur karena waktu sudah melaju ke sore. Di dapur
terlihat bahan makanan yang kosong, garam, pecin, sayur- sayuraran, bahkan
beraspun hanya beberapa ons seharusnya 1 kg, ibu 4 anak ini lantas bergegas
pergi ke pasar,jarak yang lumayan jauh membuat ibu putrid ini extra cepat.
Dalam
perjalanan menuju pasar, ibu putri bertemu dengan pengemis yang sangat
kelaparan, maka berhenti sejenak dan merenung terlebih dahulu. Hatinya
tersentuh, karena meskipun suaminya bekerja sebagai pemulung tapi barakah tiada
tara.
”Bu
tolong bu makannya,”
“Buat
makan bu, sudah 1 minggu belum makan.”
Akhirnya
Ibu putri menyisihkan uang belanja ke pengemis jalanan itu, dengan perasaan
iba.
“Makasih
bu, semoga di berikan pengganti uang dengan berlipat ganda.”
“Amin.”
Setelah
memberikan uang pada pengemis itu, ibu Putri bergegas lagi berangkat ke pasar
untuk membeli bahan-bahan masak.
Setengah
jam ibu putri berjalan dari rumah, sampailah di pasar. Yang pertama ibu putri
mencari beras terlebih dahulu, karena beras makanan pokok utama dan dirumah
sudah habis.
“Mau
beli apa bu putri, tumben sore hari ke pasar,biasanyakan pagi pagi,” Tanya
pelayan took sambil melempar senyum.
“Ia
niihh pa, kebetulan persedian bahan dapur di rumah sudah habis.”
“Mau
beli apa aja niih bu, ?”
“Emkh,
10kg beras, 1 pack garam, 1 bungkus pecin, 3 bungkus kaldu, wortel 1 kilo,
brukol 1 kilo, paprika ½ kg,”
“Ada
lagi bu putri?”
“Ooh
ia telur 1 kg, tempe 3 bungkus, dan tahu 40 biji.”
“Tunggu
sebentar ya bu.”
“Ia
kang.” Sambil tersenyum
Sambil
menunggu pesanan, ibu putri bertemu dengan salah seorang sahabat lama.
“Putri?”
Tanya teman lama,
“Kamu
risma?”
“Iya
ini aku risma, kamu pangling banget put. Sekarang tinggal dimana?” Berdecak
kagum diraut muka.
“Kamu
juga pangling loh ris,aku sekarang tinggal di desa kuta ,kamu sekarang tinggal
dimana. ?”
“Aku
sekarang tinggal di desa bewasari put, suami kamu sekarang kerja apa? Apa kamu
juga bekerja.?”
“Lumayan
jauh looh dari pasar ini. Suami aku ? kebingungan untuk menjawab.”
“Suami
aku kerja di perusahaan sinar mas tbk. Aku mau kerja , tapi dilarang- larang gitu.”
Sambil ketawa ketawa.
”Suamiku
seorang profesi yang mulia dan halal. Aku juga seperti itu. Dalam hatinya(
suami aku bekerja sebagai pemulung dan aku bekerja jadi pembantu rumah tangga).”
“Ooh
ia aku duluan ya, suami aku soalnya sudah menunggu di parkiran put.”
“Iya
is, kapan- kapan lagi kita ngobrol jauhnya.”
Risma
meninggalkan Putri dengan melenggak lenggok bagai pragwati dengan tampilan
sexynya.
“Mba
Putri ini pesanannya sudah.”
“Ooh
ia mas, semuanya jadi berapa?”
“400
ribu mba, bisa tolong di angkut ke parkiran ga mas. Aku mau naik becak aja
soalnya.”
“Ia
boleh mba,”
Ibu
putri bergegas menuju keparkiran untuk mencari tukang becak, karena waktu sudah
lewat ba’da ashar.
“Mang
mang mang, bisa tolong anterkan aku ke desa Kuta ga mang?”
“Ia
siap neng, jawab lelaki yang aga tua itu.”
“Tapi
tunggu dulu pesanan aku yang belum datang ya mang.”
“Tak
lama kemudian barang pesanannya datang.”
“Ini
mba barang pesanannya, mau taruh dimana?” Sambil kelelahan.
“Di
tukang becak itu mas, sebentar aku panggilin dulu.”
“Mang
becak, sini! Ini sudah ada barangnya.”
“Yang
itu mba,?”
“Iya
mas, “sambil melempar sennyum.
“Ohh
ia dan ini uang tips buat ngangkut barang,”
“Makasih
ya mba,”
Ibu
putri pun naik ke becak dan merilekskan tubuh biar nyaman dalam perjalanan,
“Mang
agak cepat ya, soalnya sudah agak sore.”
“Oke
neng.”
Saat
ibu putri menuju kerumah, solihin, taqwa dan Roni membersihkan dan merapikan
rumah. Karena mereka sangat giat sekali dalam bekerja membantu orang tua.
“Ron,
kamu bersihkan lantai 2,” seru soleh,
“Oke
ka,”
“Taqwa
kamu bersihkan ruang tamu dan dapur,”
“Siap
ka.”
“Dan
kaka membersihkan halaman, karena halaman rumah sudah kotor sekali.”
“Dan
kalian harus rapih pekerjaanya sebelum pulang. Tapi sebelum bekerja kita solat
ashar berjamaah terlebih dahulu agar tenang.”
“Oke
ka,” jawab serempak roni dan taqwa dengan rasa semangat.
Suparman
setelah bersitirahat bergegas memngumpulkan kembali botol- botol bekas,dari
satu tempat ketempat lain. Ketika waktu sholat ashar tiba ,Suparman tak bosanya
ketika adzan ashar berkumandang selalu bergegas ke mesjid untuk beristirahat
dan menunaikan ibadah pada sang maha penciptanya.
Ketika
sholat ashar selesai ada kakek-kakek tua yang takjub saat melihat Suparman
seorang pemulung namun giat terhadap ibadah.
“Nak,
kenapa kamu memilih pekerjaan pemulung, padahal banyak sekali pekerjaan yang
lain.”
“Tentang
itu ya kek, aku senang menjadi pemulung, yang pertama karena seorang pemulung
membantu lingkungan, karena jaman sekarang manusia banyak yang sudah tidak
sadar terhadap lingkungan. yang ke dua menjadi pemulung tidak ada dalam tekanan
orang lain dan tidak merugikan orang lain.”
“Apalagi
ada nilai plus dapat tepat waktu dalam beribadah pada sang maha pencipta.”
“Subhanallah
betapa mulia sekali dirimu nak,”
“Kalau
begitu kamu pantas mendapatkan warisan dari kakek, kakek tidak mempunyai
keturunan nak. Sedangkan istri kakek sudah tiada.”
“Ahhh
kakek bercanda saja,” sambil ketawa tidak percaya.
“Yuu
ikut kakek kerumah nak.” Menjawab dengan agak serius.
“Hahhh?”
Merasa kaget dan expresi tak percaya.
“
Iya ya kek,” bergegas mengikuti kakek
tak dikenal itu. Dan meninggalka karung berisi botol bekas.
“Kakek
warga asli sini, ?”
“Iya,
kalau kamu nak?”
“Aku
warga desa kuta, sebrang desa sini.”
“Waah
jauh sekali nak , kamu memang orang pilihan.”
“Hhhaaaahh?”
Mendengar jawaban kakek itu, suparman merasa lebih aneh.
“Kakek
siapa namanya?”
“Nama
kakek salman. Naaahhh itu rumah kakek, ayoo sebentar lagi kita sampai.”
“Hhhahhh?”
Makin lama suparman semakin merasa aneh dan lebih bengong dengan kakek salman
ini.
Saat
memasuki halaman rumah kakek salman, Suparman semakin terposana dengan apa yang
dilihatnya.
Teras
yang mewah, serta pondasi rumah yang kokoh.
“Kakek?”
Emmmkh sambil kebingungan, Kakek tinggal sendirian di rumah ini.
“Engga
nak, kakek tinggal berdua dirumah ini.”
“Siapa
lagi kek? Ko sepi sepi begini rumahnya.”
“2
orang lagi pembantu kakek, yang pertama tukang kebun. Dan yang kedua si embo,
kerja si embo beres beres rumah dan menyediakan makanan kakek”,
“Subhanallah,
ternyata jadi orang kaya itu senang sekali ya kek”, sambil termesem mesem
“Tidak
juga nak, ketika seseorang di kasih kepercayaan Allah baik berupa harta, tenaga
dan tahta. Bahkan ada orang yang jadi gila karena harta.”
“Bener
juga ya kek, tapi kalau jadi orang miskin sangatlah sengsara.” Suparman mulai
agak egois dan lupa pada kenikmatan yang Allah berikan.
Sambil
mengalihkan jawaban suparman, kakek salman mengajak suparman melihat- melihat
isi rumah.
Semakin
dalam semakin takjub suparman pada rumah kakek salman.
“Ayoo
kesini dulu nak, naaaah ini ruang makan. Pasti nak suparman belum makan ya. Untung
si embo telah menyiapkan makan sorenya.
Ayoo makan!!,”
Perut
suparman sepertinya mendukung dengan kondisi dan situasi. Saat kering turunlah
hujan.
Ketika
di buka tudung saji makanan,
subhanallohh, suparman langsung sook, karena kaget melihat makanan begitu kumplit menu hidangan dibalik tudung
saji. Dari daging sapi, daging ayam, lauk pauk ,telor, sampai ke petai dan jengkol pun ada, bahkan masih banyak menu
yang lainnya.
“Kakek
suka makan sendirian?”
“Iya
nak, kalau lagi bosen , kakek tidak makan dirumah, biasanya ke rumah makan di
kota”.
“Subhanalloh
ketika masih banyak orang yang kelaparan, ternyata ada segelintir orang yang
menyisakan bahkan berhura- hura pada makanan yang sudah ada.”
“Bismillahirrahmanirrahim,
kek boleh di mulai makannya.”
“Ia
silakan,”
Meskipun
suparman berusia 35 tahun beranak 4 anak, dengan tampilan pakaian compang
camping, namun hati dan pikirannya masih berjiwa muda.
Mulailah
suparman mengambil nasi serta lauk pauknya dengan perasaan malu- malu.
Mereka
berdua melahap makanan tanpa ada perbincangan sama sekali.
Supaman
ingin memulai perbincangan namun agak malu karena kakek salman sedang santai
memakan makanannya.
Hingga
akhir makan sore mereka berdua tanpa ada percakapan sama sekali.
“Alhamdulillah
kek, saya sudah kenyang makannya. Terimakasih banyak ya atas makanan yang
diberikan kek, semoga Allah membalas atas apa yang telah kakek berikan hari
ini.”
“Iya
nak, sama- sama. Ngomong- ngomong nak suparman sudah berkeluarga?”
“Alhamdulillah
kek, saya sudah berkeluarga dan dikarunia oleh Allah 4 orang anak.”
“Kalau
begitu ini makannya sisanya bawa saja ke rumah nak suparman, karena disini juga
mubadzir,”
“Yang
bener kek?” Sontak terkejut.
“Iya
nak, silahkan bawa semua sisa tadi makan.”
“Waaah
kek, masih banyak. Terimakasih banyak ya, Alhamdulillah ya Allah.”
Setelah
makanan yang diberikan sudah di kemas dalam kresek, suparman pamitan dengan
salaman ke kakek salman.
“Kapan
kapan kesini lagi ya dan kalau bisa bawa istri dan anak kamu,”
“Insya
allah kek, kalau ada umur dan waktu.”
Suparman
beranjak dari rumah kakek salman dengan perasaan senang sekali dan bahagia.
Baru pertama kalinya ada orang yang mau memberikan makanan enak kualitas
supemewah padanya.
Setelah
sampai dirumah ibu putri melihat rumah dan halamannya telah rapih dan bersih.
“Subhanalloh
rumahku surgaku,” ketika ibu putri cape karena perjalanan yang melelahkan dari
pasar , disuguhi kerapian dan kebersihan
rumah .
“Soleh
, soleh,” teriak Ibu putri yang baru turun dari becak.
“Iya
bu,” jawab soleh masih dalam rumah.
“Tolong
ibu nak, bantu bawa barang belanjaan.”
“Ini
mang ongkosnya, makasih ya.”
“Ia
bu, makasih ya.”
“Tidak
mampir dulu?.”
“Kapan
kapan saja lagi”, jawab mang becak.
“Ini
bu, barang belanjaan yang ibu bawa.”
“Ia
nak,”sambil tersenyum.
Ketika
solihin mengangkat barang belanjaan ibu Putri, taqwa dan roni sudah bersiap-
siap membantu ibu Putri di dapur.
“Assalamualaikum,”
ibu putri mengucapkan salam ketika masuk keruang dapur.
“Waalaikumsalam,”
jawab kedua anaknya.
“Tolong
ibu masak ya, ibu soalnya belum solat ashar.”
“Iya
bu, sekarang mau masak apa?” Dengan penuh semangat roni dan taqwa.
“Malam
ini kita hanya makan dengan sop sayur saja.”
“Alhamdulillah,
makasih ya bu.”
Setelah
ibu putri kluar dari ruangan dapur bersama solihin, kini giliran taqwa dan roni
yang mengerjakan tugas selanjutnya, karena mereka berdua sudah agak mahir dalam
memasak.
Pertama-
tama roni mengupas terlebih dahulu
wortel dan brukol untuk membuat sup sayuran.
Sedangkan
taqwa memanaskan kompor dan air panasnya untuk menanak nasi.
Mereka
berdua bekerja layaknya sebagai koki,
Ketika
ibu Putri selesai solat ashar, panjatan doa dan curahan hati selalu disampaikan
pada Sang maha pencipta.
“Alhamdulillah
Ya Allah engkau telah mengkaruniai keluarga kecil ini dengan kebarokahan dan
keharmonisan. Langgengkanlah suasana seperti ini Ya Allah.” Sambil meneteskan
air mata haru.
Didapur
Roni dan Taqwa hampir selesai mengerjakan masakan yang dari tadi di garap kini
hanya tinggal menunggu matang.
Ibu
putri setelah merapikan Tempat solat bergegas ke kamar Iman, karena khawatir
demam Iman semakin tinggi.
“Assalamualaikum,”
ketika hendak membuka pintu kamar Iman.
Ternyata
iman tertidur nyenyak sekali
Ibu
Putri memegang jidat Iman untuk memastikan suhu tubuhnya, “Alhadulillah ternyata
suhu badan Iman sekarang normal.”
Meskipun
Iman tidak bangun dan sengaja tidak dibangunkan karena sedang istirahat. Ibu
putri pelan- pelan keluar dari kamar dan
menuju ke dapur untuk melihat pekerjaan memasak kedua anaknya.
“Roni
, taqwa gimana masakan sup sayur serta nasi, apakah sudah selesai?”
“Alhamdulillah
sudah hampir matang bu,”
“Alhamdulillah
kalo gitu, ibu istirahat dulu ya di kamar. Badan ibu agak pegel pegel.”
“Iya
bu,” jawab mereka berdua dengan serempak.
“Kalo
kak soleh dimana?” Tanya ibu dengan sedikit lesu. “Ibu mau minta di pijit badan
ibu agak kurang enak badan.”
“Kak
soleh ada dikamar lagi ngerjain tugas,”
Ibu
Putri pergi kekamar soleh untuk minta di pijit,
“Assalamualaikum,”
sambil mengetuk pintu.
“Waalaikumsalam
bu,” dari meja belajar yang sedang di tongkrongi soleh beranjak untuk membuka
pintu.
Kreket,
suara pintu yang dibuka oleh soleh.
“Soleh
sibuk tidak? Ibu mau minta tolong sama kamu. Tolong pijitin ibu, badan ibu aga
sakit dan pegal- pegal.”
“Engga
terlalu ko bu,”
“Ya
udah ibu tunggu di kamar ya.” Sambil menutup pintu kamar saleh.
“Iya
bu,”
Tak
terlalu lama, soleh hanya menutup laptop dan membereskan buku mata kuliahnya,
dan langsung bergegas menuju kamar ibunya.
“Assalamualaikum,
ibu ini soleh.”
“Waalaikumsalam
, iya silahkan masuk.”
“Tolong
pijitin bagian punggung dan pundak nak, tadi pagi di rumah ibu majikannya
banyak sekali cucian jadi focus nyuci sampai- sampai punggung dan tulang
belikat pegal- pegal.”
Soleh
mulai memijat Ibunya, kebetulan Solihin sangat mahir dalam pemijatan. Uang
jajan serta peralatan ngampusnya dihasilkan dari memijat.
“Eeuuu,
euuu,” sendawa yang dikeluarkan ibu Putri saat di pijat.
Setengah
jam kemudian selesai sudah Ibu Putri di pijat dan soleh pamitan ke kamar untuk
menyelesaikan tugas kampusnya.
Hari
semakin sore.
Suparman
tinggal beberapa km lagi untuk sampai kerumah. Adzan magrib berkumandang dan
Nampak di 100 meter dari jalan yang sedang di tempuh terlihat masjid. Suparman
hendak beristirahat dan melaksakan sembahyang magrib di masjid itu.
Sambil
merenungi kejadian tadi sore, suparman tak seperti nyata kejadian tadi bagai
mimpi tak berujung, karena baru pertama kali dalam sejarah hidup ada orang yang
mau mengajak saya masuk kerumah orang
lain. Padahal saya hanyalah seorang pemulung yang kucel dan hanya memakai
pakaian compang camping.
“Subhanalloh
kuasa Allah begitu besar rakyat jelata tak bisa di anggap remeh, ketika Allah
menghendaki apa saja bisa terjadi.”
Renungan suparman saat akan menggati baju
untuk sembahyang sholat magrib.
Shalat
magrib berjamaah dan berdzikir pun selesai
“Eeeh man, baru sampai sini,”Tanya ketua dkm
masjid baiturahman.
“Ia
nihh pa sohib, sehat?” Sambil tersenyum semu
“Alhamdulillah
man, kamu kaya sehat juga.” Sambil cengengesan.
“Alhamdulillah
pa,”
“Bagaimana
hari ini dapat banyak?”
“Alhamdulillah
pa, kebetulan kelakuan masyarakat jaman sekarang tidak sadar diri,padahal sudah
banyak plang buanglah sampah pada tempatnya, namun tetap saja ada orang yang
buang sembarangan.apalagi kaleng dan aqua botol minuman. Dibuang dimana saja.
Alhamdulillah juga tapi buat saya
rizki pa sohib.” Hehehe sambil
cengengesan juga.
“Memang
warga Indonesia belum sadar akan kebersihan lingkungan man, padahal banyak
cerminan- cerminan bahwa sampah itu sangat berhaya sekali.”
“Ia
juga pa Sohib, waduuh waktu udah semakin malam aja niih pa, istri dan anaku
sedang menunggu.”
“Aku
pamit pulang dulu pa sohib, nanti di sambung lagi.
“Asssalamualaikum,”
suparman mengucapkan salam saat akan pulang dan menggendol karung yang isinya botol bekas,
“Waalaikumsalam,
hati – hati.”
Perjalanan
pulang kerumah sudah semakin dekat, suparman sudah tak sabar ingin berbagi
cerita kejadian tadi siang dan makanan yang dibawa dari tempat kakek itu ingin segera di berikan pada
keluarga dirumah.
Sepanjang
jalan dari masjid baiturahman sampai kerumah terus memikirkan kakek itu siapa
dan entah apa yang ingin diperbuat pada diriku dan keluargaku. Yang pasti saya
sangat bersyukur pada Allah karena telah di pertemukan dengan kakek itu.
Perjalanan
jauh dan melelahkan seorang pemulung mendapatkan kepuasan batin tersendiri. Di
depan bola matanya terlihat istana yang sederhana. Suara anak-anak dan istri
suparman sangat ceria dalam senda gurau.
“Assalamualaikum…..”suparman
mengucapkan sambil terengah engah dalam kegelapan malam.
“Waalaikumsalam….”terngiang
gendang telinga suparman.
“Ayaaahh,
!!!” smua anak suparman keluar dari rumah dan menyambut kedatangan bekerja.
Ciuman
tangan anak-anak menjadi karakter bawaan ketika saat masih kecil, tak
ketinggalan juga bidadari hidup suparman yang selalu mengayomi disaat susah,
senang, mnderita dan meratapi nasib.
Duduk
dan melamun sejenak suparman di ruang makan, rasa lelah terbayarkan saat
memberikan makanan pada keluarga kecil dirumah,
“Alhamdulillah
bapak hari ini dapet rejeki tak terduga,”
“Reejeki
apa pa?,” solihin anak cikal bertanya sambil terlihat sudah aga mau ngantuk,
“Anak-
anak, begini. Bapak bertemu dengan seorang kakek- kakek tua. Ceritanya ketika
bapa lagi bersandar sambil istrahat di rumah sang maha pencipta, waktu itu
waktu sholat ashar. Bapa tadi lagi istirahat. Subhanallah sekali baru pertama
kali bapa di sapa seramah itu.”
“Bapak,
siapakah gerangan kakek- kakek yang mau menyapa bapak dengan seramah itu?.”
Iman bertanya dengan lantang.
“Namanya
kakek salman, nak. Beliau mengajak kakek untuk singgah di rumah yang tak jauh
dari masjid itu. Ketika berjalan dengan kakek salman, kita berdua saling
bertukar pertanyaan mengenai lika- liku kehidupan. Dari kejauhan terlihat rumah
yang sangat besar sekali dan megah.”
“Ternyata
rumah megah itu milik kakek salman, bapak di ajak melihat lihat setiap sudut
ruangan. Nampak jelas sekali setiap ubin, dinding dan langit- langit rumah
kakek salman di penuhi dengan kemewahan tiada tara. Namun ada kejanggalan dalam
rumah itu, tak ada suara selain mulut kita berdua. Ternyata ketika bapak
bertanya pada kakek salman, hanya
satu orang saja yang tinggal dirumah sana, ditambah dua orang pembantu di rumah
itu.”
“Wwaaaahhhh……
enak banget kakek itu, berlimpah harta.” ujar Taqwa.
“Harta
memang banyak nak, namun tak menjamin rasa kebahagian dan kesenangan duniawi,
buktinya kakek salman agak kesepian dirumah itu.”
“Ahhh
masa siih pak,?” dengan ragu sibungsu bertanya.
“Iya
nak, malah bapak dan sekeluarga disuruh tinggal dirumah sana, untuk menemani
hari hari kakek salman yang sunyi.”
“Yang
bener pak,?” ibu putri agak tidak percaya dengan yang diucapkan Suparman tadi.
“Beneran
bu, dan insya allah kita kapan- kapan mengunjungi kakek salman. Kebetulan kakek
salman juga mengajak makan bapak di
istana sepi. Menu makanan di dalam rumah sana membuat ayah sook, karena berbeda
sekali dengan kita, hanya itu- itu saja menu makanan yang dihidangkan. Mulai
dari daging daging, sayur, lalab dan masih banyak lagi. Bapak juga membawa sisa
makan yang tak tersentuh sama sekali oleh tangan bapak.”
“Bapak
cepet mandi, air hangat sudah disiapkan. Kita makan bersama setelah bapak
mandi.” Suruh ibu Putri yang bahagia.
“Iya
bu, itu makanan dari Kakek Salman ada di Kresek itu, coba ibu buka.”
Ketika
di buka oleh Ibu Putri, menu makanan lezat dan mewah membuat mereka bersyukur
pada Allah yang telah menitipkan rejekinya pada Kakek Salman. Sambil menitihkan
air mata haru.
Suparman
mandi, Ibu putri menyiapkan hidangan makanan, serta solihin, taqwa, Roni dan
Iman. Menunggu di meja makan untuk makan malam bersama.
Ketika
suparman sudah selesai mandi. Mereka makan bersama dengan sangat harmonis. Tak
ada kata- kata tang terucap dari bibir mereka setelah berdoa ketika akan
menyantap hidangan.
Ke
empat buah hati suparman, menyantap hidangan malam itu begitu berbeda sekali
dari malam biasa.
Ibu
Putri dan Suparman sesekali tersenyum karena merasa bahagia bisa melihat anak-
anak makan enak.
“Nak,
kita jangan lupa pada sunah rosul kalau makan itu jangan pernah sampai perut
benar- benar terisi penuh hanya karena makanan yang enak, bisa saja makanan ini
menjadi biang penyakit.” Suparman mengingatkan pada anak- anak..
Mereka
berhenti sejenak mendengarkan pesan dari bapak mereka.
“Alhamdulillah,…..”Ucap
Suparman selesai makan,disusul dengan yang lainnya.
“Kalau
sudah selesai makan , cuci piring kalian masih- masing, nanti sisa piring kotor
biar ibu saja yang bereskan.”
“Baik
ibu,”
“Terus
kalian langsung belajar, jangan lupa sholat Isya.”
Ketika
anak- anak sudah mencuci piring dan menuju ke kamar masing- masing, kini
giliran Putri dan Suparman berbincang empat mata.
“Bu,
sekiranya kakek Salman mengajak kita sekeluarga tinggal dirumah sana. Ibu
setuju atau tidak?”
“Kalau
ibu siiih, tergantung keputusan bapak, Cuma tidak apa- apa kalau kita tinggal
disana?”
“Tadi
sore saat bapak berkunjung di rumah sana, kakek salman memberikan kabar gembira
bagi bapak, kalau bapak boleh tinggal dirumah itu. Agar kakek salman tak
kesepian.”
“Alhamdulillah,
nikmat Allah begitu sempurna,” Putri kembali membanjiri pipinya dengan air haru
dan bola mata.
“Sudah
bu sini,” mereka berdua berpelukan dengan kenikmatan kebahagian.
“Ayo
bu, bersihkan piring kotor, sudah malam.”
“Baik
pak.”
Putri
membersihkan pring yang penuh dengan sisa makan, sedangkan Suparman pergi
menuju kamar terlebih dahulu untuk menyongsong semangat kerja hari esok.
Rembulan
mengiringi rasa kebahagian Suparman serta keluarga kecil dirumah dan menemani
di alam bawah sadar.
Putri
baru beres mencuci piring, beristirahat dulu sejenak untuk meregangkan otot
yang kaku. Putri teringat terhadap anak- anak dikamar, dari itu putri mengecek
setiap kamar anak- anak.
“Soleh,….!!!
Apa masih belajar?”
“Iya
bu, soleh masih belajar.”
“Jangan
terlalu larut belajarnya.”
Berlanjut
ke kamar Roni, putrid melenggang berjalan santai.
“Ron,
Roni……!!!” Tak ada sautan dari dalam kamar Roni dan hanya terdengar suara
keluar masuk angin dari rongga hidup roni,
“mungkin
roni sudah, tak ada aktifitas di dalam kamar sana”,
Lanjut
lagi kemar Iman,dan di kamar sibungsu hanya membuka pintu saja, tidak di
panggil karena Iman jam segini sudah
tidur,
Kemudian
ke kamar Taqwa, dan dilihat oleh Putri sudah tertidur lelap juga.
Semua
anak sudah di kontrol, kini Putri berjalan ke kamar sang Suami untuk melayani
kewajiban seorang istri.
“Tak
terasa kini anak kita sudah dewasa ya pak…..”
“Benar
bu, perubahan fisik dan mental telah terasa sekarang. Semoga apa yang telah
kita perjuangkan selama ini tidak sia- sia untuk mereka dan menjadi anak yang
soleh sampai azal menjemput.”
Kecupan
bibir basah Suparman mengenai kening halus Putri, meraba- raba sekujur tubuh
Putri karena kewajiban seorang suami untuk memuaskan seorang istri.
“
aaahhhh pak, geliiiii…”
Desahan
Putri dimalam hari terus berlanjut, semakin lama Suparman semakin ganas dalam
menjalankan tugas akhirnya.
Tiga
puluh menit berlalu mereka berdua terkulai lemas setelah kewajiban mereka
berdua sebagai seorang suami istri.
“
pak, engkau adalah lelaki sejati, kau dapat memuakanku ditengah lelah melanda
dirimu”,
“
sudah kewajiban bu, bapak hanya melaksanakan apa yang di perintahkan agama
padaku”,
“
terimakasih pak, engkau telah memberikanku kebahagiaan lahir batin”,
Kecupan
terakhir Suparman sebelum tidur membuat Putri melayang keangkasa.
“
sudah malam bu, ayo kita istirahat. Besok kita bekerja lagi”.
Bola
mata berkedip- kedip kini menutup perlahan, malam dengan rembulan tersenyum menyinari
gelapnya hamparan bumi.
pukul
03.00 dinihari. Ayam berkokok lebih awal seperti hari biasa, Suparman terbangun
dari tidur kelap dan nyenyak. Merenung dan Berdoa karena masih diberi
kesempatan untuk menjalankan kehidupan yang penuh ke kepanaan.
Beranjak
dari tempat tidur, suparman menuju ke tempat wudhu. Dingin yang dirasakan
suparman tak pernah di hiraukan.
“Ya
Allah air dingin ini dalam keadaan suci, akan ku basuhkan ke wajah titipanmu
ini. Semoga kotoran yang melekat pada tubuh hina ini sirna.”
Suparman membasuh kedua telapak tangan tiga kali
sambil membaca basmalah.
"Bismilaahir
rahmanir rahiim"
Kemudian
membersihkan mulut dan lubang hidung, masing-masing sebanyak tiga kali Supaman
melakukannya.
Berlanjut
membasuh muka sebanyak tiga kali sambil mengucapkan doa niat wudhu.
“Nawaitul
wudhuu-a liraf’ll hadatsil ashghari fardhal lilaahi ta’aalaa”/
“Saya
niat berwudhu untuk menghilangkan hadats kecil fardu karena Allah semata.”
Tak
lupa Suparman membersihkan tangan kanan dan kiri, mulai dari ujung jari hingga
pangkal / batas siku, masing-masing sebanyak tiga kali.
Tahap
selanjutnya tang dilakukan Suparman
yaitu mengusap kepala mulai dari dahi hingga batas rambut bagian atas sebanyak
tiga kali.
Setelah
itu membersihkan kedua telinga mulai
bagian daun telinga bawah dan menuju bagian atas, sebanyak tiga kali.
Tahap
terakhir membersihkan kaki kanan dan
kiri, mulai dari ujung jari merata hingga mata kaki, masing-masing sebanyak
tiga kali.
***
Suparman
dengan khusu melakukan tahapan demi tahapan tata cara berwudhu yang dia dapat.
Keluar
dari wc Suparman tak pernah lepas dari doa ketika sesudah berwudhu.
“Asyhadu
allaa ilaaha illallaah, wahdahu laa syariika lahu, wa asyhadu anna mUhammadan
‘abduhu wa Rasuuluhu. Allahumma j’alnii minat tawwabiina, waj’alnii minal
mutathahiriina waj’alnii min ‘ibaadikash shalihiina.”
Artinya:
“Aku
bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan tidak ada yang menyekutukanNya.
Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya. Ya Allah,
jadikanlah aku orang yang ahli bertobat, jadikanlah aku orang yang suci, dan
jadikanlah aku dari golongan orang-orang yang saleh.”
Begitu
indah seorang pemulung yang taat terhadap agama yang diyakini, tak pernah
menghiraukan karena pekerjaan yang digeluti saat ini. Suparman meyakini bahwa
tuhan tak memandang pekerjaan dan kekayaan seorang hamba- hamba di dunia. Suparman selalu bersyukur atas nikmat dan rejeki
yang telah diberikan tuhan . Tak hanya harta, anak- anak yang soleh menjadi
harta yang begitu besar dalam kehidupan di alam dunia ini.
Beranjak
dari wc, suparman bersiap- siap untuk menunaikan sholat sunat sepertiga malam,
salah satu cara suparman bersyukur pada sang maha pencipta.
Suparman
berdiri tegak menghadap kiblat, pandangan ke arah tempat sujud, kemudian
lakukan takbiratul ihram.
Dengan mengangkat kedua tangan sejajar pundak
atau telinga, hadapan ke dua telapak ke
arah kiblat, sambil diringi ucapan Allahu akbar.tatapan mata Suparman tertunduk pada arah tempat sujud,
Gerakan
demi gerakan yang di lalukan Suparman sangat khusu sekali,sesekali bola mata
Suparman membanjiri pipi.
“
Ya Allah, nikmatmu kini kurasakan begitu besar, tupukan gunung tiada duanya.
berikanlah ketabahan dan kekuatan pada diriku yang hina ini, aku takut takabur
dan mendustakan apa yang telah engkau berikan pada hambu ini. Anak- anaku kini
telah tumbuh dewasa, berikanlah tuntunan jalan lurusmu, agar mereka tak pernah
salah dalam mengambil keputusan dalam kehidupan”,rintihan air mata terus
mengalir dalam doa yang di panjatkan.
Berdizkir
dalam hening malam, serpihan angin menusuk tulang putih suparman.
Teringat
pada anak- anak dan istri, suparman bergegas membangunkan mereka karena tak
pernah lupa dengan tugas sebagai kepala keluarga. Panutan yang harus di gugu
dan ditiru oleh mereka.
“
ibu, cepat bangun. Bentar lagi mau mau solat subuh,”
“Astagpirullah
pa, Ibu terlalu pulas tidur,”, maaf pa.
“Iya,
tidak apa apa bu. Cepet bangunin anak- anak bu, kita sholat subuh berjamaah.”
Senyum yang menyertai ucapan Suparman.
Suparman,
menuju ke ruangan keluarga untuk
memberekan tempat karena akan dipakai
sholat subuh berjamaah.
“subhanallah
walhamdulillah walaailaahaa illallahualllahu akbar” terus berulang kali suparman mengucapkan lafad lafad itu,
Ibu
dan anak anak suparman satu persatu sholat sunat di tempat yang telah di
rapihkan.
Rumah
suparman jauh dari siapapun, tetangga dan kerabat berjarak 1 km dari rumah
suparman. Apalagi mesjid, untuk itu
suparman beserta kekuarga mengejar waktu untuk sholat berjamaah di rumah saja.
Waktu
solat subuh telah masuk,
”Allahu
Akbar. Allahu Akbar.”
“Allahu
Akbar. Allahu Akbar .”
“Asyhadu
Allaa Ilaaha Illallaah.”
“Asyhadu
Allaa Ilaaha Illallaah.”
“Asyhadu
Anna Muhammadar Rasulullah.”
“Asyhadu
Anna Muhammadar Rasulullah.”
“Hayya'
Alash Shalaah.”
“Hayya'
Alash Shalaah.”
“Hayya'
Alal Falaah.”
“Hayya'
Alal Falaah.”
“Ash-shalaatu
khairum minan-nauum”
“Ash-shalaatu
khairum minan-nauum”
“Allaahu
Akbar Allahu Akbar.”
“Laa
Ilaaha Illallaah.”
Kumandang
adzan Taqwa sungguh sangat merdu sekali, Putri sampai menitihkan air keharuan.
Rejeki yang tak disangka-sangka oleh Suparman dan Putri saat pertama mereka
menikah,
Keadaan
terpuruk serta melarat saat pertama menikah telah dirasakan. Perjuangan serta
kegigihan dan kesabaran Suparman dan Putri agar mendapatkan rejeki yang
barokah. Terjawab sudah, rejeki yang diinginkan Putri dengan melahirkan empat
anak yang soleh dan cerdas. Mereka memulai sholat berjamaah dengan khusu dan
khidmat sampai dengan selesai.
Seperti
hari- hari biasa, setelah usai sholat subuh berjamaah Suparman bergegas
mempersiapkan seragam kerja. Bekal makanan di bungkus Putri untuk mengganjal
perut ketika lapar tiba.
Pamitan
dan ucapan salam mengawali perjalan Suparman, satu demi satu suparman mengambil
botol bekal ke karung di puggung.
”
Entah kenapa, orang- orang hidup bergelimang harta namun tak peduli akan
lingkungan sendiri,” renungan dalam hati Suparman.
Kegelapan
malam semakin hilang d tempa sinar mentari, kicauan burung begitu jelas
terdengar di gendang telinga Suparman serta hijau pepohonan menjadi obat
penenang bola mata.
Anak- anak sekolah begitu antusias berjalan
menuju ke tempat menimba ilmu. Canda tawa semua anak sekolah dijalanan
terdengar Suparman, kadang Suparman merasa iri karena sejak kecil Suparman tak
pernah di sekolahkan oleh kedua orang tua. Bersyukur sekali anak- anak sekarang
bisa meraskan bahagia dan indahnya menimba ilmu.
Dirumah
Ibu Putri beres- beres setelah mempersiapkan sarapan pagi untuk ke empat
anaknya, karena mau berangkat menimba ilmu.
“Ayo
anak-anak sarapan dulu, ibu sudah masak menu special bagi kalian,”
“wah,
enak dong bu,” ucap Iman.
“
sebelum makan, berdoa terlebih dahulu. Kak Soleh yang pimpin doa,”
Mereka
makan bersama dengan sopan dan tertib meskipun keluarga pemulung.
Setelah
selesai, mereka satu persatu pamitan berangkat dan minta doa pada ibunya agar dimudahkan
dalam menimba ilmu.
Putri
juga tak lantas berdiam diri saja usai mereka berangkat. Tugas Putri masih
numpuk dan bergegas berangkat ke rumah Majikan untuk kerja.
Sedangkan
Solihin, Roni, Taqwa serta Iman berjalan bersama karena kebetulan tempat mereka
menimba Ilmu tak telalu jauh satu sama lain. Mereka berpisah dan menuju
ketempat yang dituju.
Ibu
putri yang telah selesai beres beres rumah, tanpa lelah menuju kerumah
majikannya. Putri kebetulan bekerja di rumah salah seorang dewan wakil rakyat.
Rumah majikan tempat bekerja Putri hanya berjarah kurang lebih 1 Km.
“Assalamualaikum,
…..”sambil memencet bel dekat pintu.
“waalaikumsalam”,
Majikan Putri membukakan pintu,
Ibu
maaf, saya agak telat soalnya beres- beres dulu dirumah, sambil menundukan
kepala.
“gapapa
ko bu, oooh iya tolong siapkan makanan, saya bentar lagi mau berangkat ke
kantor”,
“Baik
pa, ngomong- ngomong kemana istri dan anak bapa?,”
“Mereka
kebetulan lagi berkunjung kerumah neneknya.”
“Ooh
gitu, kalau gitu permisi kebelakang pa,”
“Iya.”
Putri
pergi ke dapur untuk mempersiapkan hidangan sarapan pagi bagi majikan laki-
laki. Majikan laki- laki itu bernama Ridwan, beliau adalah salah satu wakil
rakyat daerah. Ridwan adalah sosok panutan bagi rakyat kalangan menengah
kebawah. Ridwan juga sehari- hari sering berkomunikasi dengan warga untuk
membuat aspirasi pada pemerintahan setempat.
Ridwan
mempunyai satu orang Istri dan satu orang anak. Istri ridwan bernama laila
juber, beliau merupakan pegawai Negeri di dinas pemerintahan Kabupaten. Ibu
Laila juga sangat ramah tamah pada orang- orang sekitar. Laila hanya mempunyai
satu orang anak, namanya Irwan. Dia adalah teman dekatnya Iman apalagi satu
kelas di sekolahan.
Putri
merasa bahagia karena bekerja dirumah orang – orang yang baik dan ramah.selesai
membuat hidangan sarapan pagi, Putri naik ke lantai atas untuk menyapu dan
ngepel. Tak pantang menyerah dan tak mudah patah semangat untuk banting tulang
demi ke empat buah hati mereka berdua.
Sama
halnya dengan Suparman, banting tulang demi masa depan ke empat buah hati
mereka berdua. Tapi Suparman sadar tanggung jawab serta beban menjadi kepala
keluarga sangatlah besar. Sampai siang hari Suparman sudah 2 kali setor ke bank
sampah untuk hari ini. Semangat menggebu-gebu kini dirasakan Suparman. Seperti
hari- hari biasa setelah adzan berkumandang, Suparman bergegas pergi ke mesjid
untuk sholat Dzhuhur.
Tak
disangka- sangka, Suparman kembali bertemu dengan kakek salman. Padahal
Suparman berniat berkunjung kerumah setelah adzan dzuhur,
“kakek”?
, terkejut,
“
Nak Suparman? Subhanalloh, kita pertemukan di mesjid yang sama,”.
”Alhamdulillah
kek, tadinya aku berniat ke rumah kakek lagi untuk nengokin kakek,”
“Syukur
Alhamdulillah, kamu tidak kapok berkunjung kerumah kakek.”
“Ayo
sholat terlebih dahulu kek, nanti waktu sholat akhir.”
“Iya
nak,”
Mereka
sholat dzuhur berjamaah dengan khusu dan
khidmat sampai dengan selesai. Harapan dan doa mereka dipanjatkan pada sang
maha pencipta.
Selesai
mengerjakan sembahyang, mereka berdua berbincang- bincang kembali menyambung
dari pembicaraan yang dijeda sholat. Terik matahari yang begitu menancap ke
kulit, kakek salman kaget dengan terik panas itu karena jarang sekali keluar
rumah siang bolong seperti itu.
Duduk
berdua didepan rumah sang maha pencipta, rasa panas dan gerah sirna seketika
tanpa ada angin kecang. Tapi tiba tiba
“Subhanalloh
nak, panas dan gerah itu kini tergantikan, sejuk serta segar menyelimuti tubuh
kakek saat ini,”
“Allahuakbar,
sama aku juga kek, padahal tadi panas sekali , tapi seketika lenyap di tempa
kesejukan rumah Sang maha pencipta.”
“Nak,
kita makan siang dulu ke rumah kakek, kebetulan kakek juga belum makan.”
“Apa
tidak ngeropotin kakek?”
“Engga
ko nak, justru kakek senang sekali bisa di temanin.”
“mari
kita berangkat saja kerumah kakek.”
“Mari
kek.”
Mereka
berdua berangkat ke rumah Kakek Salman, Suparman seperti biasa menggendol
karung dengan tumpukan kaleng dan botol bekas. Kondisi seperti itu tak
dihiraukan kakek Salman, meskipun tampilan Suparman compang camping juga.
Seolah tak pandang bulu.
Ada
hal yang aneh ketika Suparman berkunjung kerumah kakek Salman kedua kalinya,
Suparman melihat pembantunya tiga orang menyambut kedatangan mereka berdua
seolah kedatangan sudah di rencanakan.
“Kek?
Kok kita di sambut seperti ini, padahal kemarin tidak seperti ini.”
“Ooh
iya, kebetulan kemarin pembantu saya sedang pulang kampung, kakek mendidik
mereka bertiga supaya tatakrama serta kesopan diberikan pada tamu.”
“Silahkan
masuk nak,!”
“Mang,
bi. Segera siapkan hidangan makan siang, namun sebelumnya buatkan kopi terlebih
dahulu nanti antarkan ke ruang tamu.”
“Baik
kek,” jawab mereka kompak.
“Sambil
menunggu makan siang kita ngopi dulu di ruang tamu”, kakek salman sambil
mengarahkan Suparman keruang tamu.
“iya
kek,”,
Ketika
duduk di ruang tamu , kakek Salman duduk saling berhadapan dengan Suparman dan
berbincang- bincang mengenai Kakek Salman waktu dulu.
Kakek
Salman bercerita saat masih muda,
“
kakek saat muda pernah mengalami hal- hal pahit seperti kamu saat ini, makanya
kakek peduli terhadap orang- orang kalangan bawah.”
“ dulu
kakek saat muda lebih dominan poya- poya serta hura- hura harta orang tua.
Namun saat kakek belum sadar bahwa yang
dilakukan saat itu tidak benar dan tak menyangka akan menjerumuskan pada
kemelaratan. Mula mula harta ayah dan
ibu kakke pada saat itu terus habis , karena saat ayah dan ibu kakek pergi
keluar kota, satu persatu barang dirumah kakek jual dan di gadekan. Terus
menerus hal seperti itu kakek lakukan karena pada saat muda dulu kesenangan
menghambur- hamburkan harta menjadi keasikan tersendiri.
Nongkrong,
minum- minuman keras sampai main perempuan menjadi hal biasa bagi kakek saat
muda. Ada kesalahan kakek terbesar pada saat itu, pergaulan bebas serta sex
bebas. Jujur kakek pernah satu kali main dengan seorang kupu- kupu malam dengan
keadaan mabuk. Ayah dan ibu kakek meninggal dunia karena kecelakaan saat pulang
dari luar kota.
Kakek
saat itu belum sadar juga, karena info yang di dapat simpang siur dari
tetangga, sedangakan kakek bagai kunang- kunang malam masih dalam keadaan mabuk
saat pulang kerumah.”
Tetangga
kakek bilang
“man,
ayah dan ibu kamu kecelakaan,” sambil dengan isak tangis.
“
ahahahaha mana mungkin bi, ayah dan ibu aku kan sekarang masih di luar kota,”
sambil ketawa karena masih mabuk.
Tiba-
tiba datang sosok pria dengan perawakan agak tua langsung menampar dan memukul, kakek lemas
dan agak sadar diri.
Ketika
melihat didepan , ternyata orang yang menampar dan memukul adalah paman kakek.
“
kamu, belum waras juga. Masih saja poya- poya serta serta hura- hura, kapan
kamu nyadar??” keluar amarah paman pada kakek.
kakek
menundukan kepala pada saat itu karena aku tahu aku salah telah bebuat hal yang
tidak diinginkan.
“
kamu tahu? Ayah dan ibu kamu kecelakaan saat pulang dari luar kota. Mereka
mencoba menghubungi kamu pada saat mereka akan berangkat. Kemudian mereka
nelpon pada mamang supaya ngasih tahu pada kamu.”. dengan nada tinggi mamang
marah.
kakek
sedih dan tak bisa berkata-kata pada saat itu, hp kakek entah kemana sekarang .
sudah ditukar dengan arak serta dipakai untuk perjudian. hanya bisa menundukan
kepala serta merasa sedih sekali. Karena baru menyadari bahwa cerita yang di ceritakan
bibi memang benar.
“
ayah dan ibu kamu sekarang lagi diurus oleh uwa kamu di rs Mansur diaderah jawa
tengah, sekarang paman dan bibi akan mepersiapkan segala sesuatu disini. Bersihkan badan kamu
serta perasaan dan pikiran kamu”,
”
baik paman,”
kakek
naik lantai menuju kekamar serta melentangkan seluruh tubuh ke kasur. Merenung
dengan kondisi keadaan setengah mabuk,
“ayah
dan ibu telah tiada. Mau jadi apa ?”
Belum
pernah aku menyadari kalau hidup seseorang akan berakhir tanpa sepengetahuan
manusia.”
Sebelum
kecelakaan ayah dan ibu sangat sering
memanjakan kakek, karena anak tunggal
serta pewaris tunggal kekayaan ayah dan ibu.
“Ayah
dan ibu adalah pengusaha manufaktur
serta pengusaha bahan tambang batubara dan minyak bumi.”
“Dari
kecil kakek sangat jarang di berikan kasih saying dari kedua orang tua. Mereka
sibuk mencari uang dan hanya menjejalkan berupa materi saja. Sampai dewasa masih tetap di manjakan dengan harta kekayaan
mereka.”
“Tapi
baru tahu bahwa mereka ingin
membahagiakan anaknya dengan harta kekayaan. Mereka berdua tak salah hanya saja
mereka berdua kurang memberikan kasih sayang pada anaknya.”
Air
hangat sudah di sediakan oleh bibi, kakek kemudian pergi berendam di bootlop
sambil menghilangkan efek alcohol.
Orang-
orang dilantai bawah sudah pada datang untuk melayat pada ayah dan ibu. Kemudian
bibi dan paman terus mengecek perjalanan jenajah almarhum.
“
man,Salman, jenajah ayah dan ibu kamu sebentar lagi datang , cepat mandinya.
Kita akan bersiap- siap”, teriak bibi
“
iya bi,” kemudian keluar dari perendaman serta membersihkan dengan air hangat.
Air
yang mengalir dari atas merayap ke kepala sertra menjulur ke seluruh tubuh
membuat perasaan dan pikiran menjadi tenang.
Aku
merenung kembali serta melelehkan air mata, aku sekarang begitu sadar, aku tak
pernah mendekatkan diri pada sang maha pencipta,hingga rela menggadaikan
keimanan pada perilaku syetan.
Lemah
tak berdaya setelah mengingat tuhanku, malu serta selalu mengecewakan kedua
orang tua.
Ingin sekali menceritakan penyesalanku pada ke
2 orang tua kakek. Penyesalan tinggalah penyesalan. Mereka sudah tiada.
Keluar
dari kamar mandi, baju serta celana untuk upacara pemakaman sudah disediakan
oleh bibi. Turun dari lantai terlihat sudah banyak kelurga serta kerabat
berkumpul menunggu kedatangan jenajah almarhum ayah dan ibuku.
Serine
kendaraan pengangkut jenajah dari
kejauhan sudah terdengar, detak jantung tak beraturan lagi. Kuhirup udara agar
tetap beraturan namun tak bisa. Semakin dekat dan terus mendekat suara serine
itu sampai tibalah dihalaman rumah.
Bendungan
air mata tak terbendung lagi, banjir menumpahi pipi.
“
ibu, ayah, maafin Salman. Kenapa ayah dan ibu meninggalkan salman duluan, “,,,
air mata terus membanjiri pipi.
Sontak
bibi dan pamanku memeluk sambil menarik tubuh lesu ini, karena ingin terus dekat dengan almarhum ayah dan ibu.
Bapa
kiyai yang akan memimpin sholat jenajah
juga telah datang .
“
apa sudah siap? Kita mulai saja karena hari sudah sore.” Ujar pa kiyai.
“
silahkan pa,” bibi menjawab dengan wajah sedih.
Mereka
meluruskan syaf untuk melakukan sholat jenajah, kakek saat itu berasa di syaf
paling depan. Meskipun berusaha membendung air mata, tetap banjir juga.
Musofahah
terlebih dahulu setelah selesai menyolatkan jenajah, keluarga serta kerabat
ikut mengantarkan jenajah sampai kepemakaman yang tidak jauh dari rumah .
Mereka
pulang ke rumah masing- masing karena prosesi pemakaman telah selesai.
Tak
lepas dari jasa kedua orang tua , kakek merasa bersalah karena tak pernah
menjadi anak yang berbakti pada orangtua, sampai jasa- jasa mereka belum pernah
dinikmati.
Dari
sanalah aku tobat, agar jasa- jasa mereka bisa dinikmati dari amal baik
anaknya.
Bibi
dan paman memberikan pilihan sebelum
warisan ke 2 perusahaan itu jatuh ketangan kakek.
Yang
pertama kakek di berikan pilihan untuk mengabdi dan mencari ilmu di pesantren
sampai kakek pada waktu itu harus 10 tahun menimba illmu.
Dan
yang terakhir haruslah menikah dengan salah seorang santriwati yang taat dan
patuh terhadap agama.
Pilihan
pertama kakek tempuh dengan rasa berbangga hati karena ingin membahagiakan
kedua orang tua, ketika hidup kakek tak pernah menunaikan ibadah pada sang maha
pencipta serta membahagiakan kedua orang tua sewaktu remaja jarang sekali.
Alhamdulillah
Allah masih memberikan kesempatan bagi kakek untuk memberikan doa serta amalan
bagi bapa dan ibu kakek yang telah meninggalkan dunia yang penuh dengan cobaan.
Dalam
melaksanakan kegiatan pesantren awalnya susah bangun dinihari untuk
melaksanakan sholat sunat tahajud, waktu untuk pengajian malah tidur, mematuhi
perintah ustadz sangat sulit karena belum terbiasa dengan dinamika kegiatan
pesantren.
Terus
termotivasi dan terinspirasi pada sosok kanjeng rosul, pintu hati kakek
terketuk untuk khusu serta melaksanakan segala sesuatu perintah Allah dan
menjauhi segala larangannya.
Terngiang-
ngiang dalam hati sanubari kakek, tatkala lantunan serta kumandang tiwaltil Al-
Qur’an di lantunkan oleh salah satu santriwati. Kakek ingin tahu sekali siapa
gerangan?
Hari
demi hari terus ku amati gadis pelantun tilawah Al- Quran, baru setelah satu
minggu dalam pengamatan ku beranikan diri untuk memperkenalkan diri padanya
ketika keluar dari mesjid setelah pengajian pagi pagi selesai.
“Assalamualaikum
….”
Waalaikumsalam,
wr.wb. “
cadar
dalam pakaiannya menyulitkan kakek untuk menerka siapa sosok dibalik cadar itu.
“Mohon
maaf sepertinya agak lancing buat kamu, tapi saya hanya ingin memperkenalkan
diri, nama saya Salman” pipi putih kini menjadi warna kemerah- merahan.
“
tidak apa apa, nama saya muslimah.” Pandangan serta kepala gadis itu menunduk
kebawah.
“Alhamdulillah
terimakasih nona muslimah, kamu telah bersedia untuk berkenalan dengan laki-
laki tak sopan ini.”, sambil garuk garuk kepala.
“
jangan panggill aku nona, panggil saja muslimah tuan,”
“
iya muslimah, kamu juga jangan panggil tuan ya”
“Insya
Allah, kalau begitu permisi terlebih dahulu ada hal yang harus di kerjakan.
Assalamualaikum.”,
“
waalaikumsalam.”
Begitu
terkesan kakek setelah perkenalan itu, entah hikmah atau petunjuk, perkenalan
itu membuat hati serta perasaan menggebu- gebu untuk rajin serta khusu dalam
melaksanakan kegiatan di pesantren.
Tiap
menit, selalu berharap untuk bisa berbicara kembali. Kesempatan demi kesempatan
terbuka lebar untuk berbicara namun selalu terbuang sia- sia karena keraguan
serta kebimbangan dalam perasaan ini.
Satu
bulan setelah perkenalan pertama tak sengaja bertemu dalam satu pertemuan
pengurus (rois pesantren). Masih dalam keadaan bercadar muslimah begitu elegan
serta paras yang begitu anggun membuat hati kakek begitu terpikat. Tak ada
upaya meskipun jarak begitu dekat, hati serta perasaan tak pernah bisa diajak
kompromi. Penantian selama satu bulan
hanya sebatas ingin melanjutkan perkenalan itu
gagal total.
tekanan
hati serta perasaan ini agar tak menimbulkan fitnah. Setiap kali bertemu kakek
hanya bisa memberikan senyum pada muslimah. tekad serta niat di perkuat agar
bisa melebihi ilmu yang dia punya sekarang. Motivasi itu terus ku serukan pada
diri sendiri.
6
bulan mengaji di pesantren sana kakek baru tahu bahwa muslimah adalah anak
bungsu kiyai pengasuh pondok pesantren. Pertama
tahu tentang muslimah putri bungsu dari
kiyai. Saat disuruh kiyai mengambil
kitab kajian ke rumahnya. Kakek melihat foto keluarga dan memberanikan diri
untuk bertanya pada mama muslimah.
Kebetulan
mama muslimah 2 minggu terakhir sudah akrab dengan kakek, ketika masuk kedalam
rumah sudah tak asing lagi,
‘Mama,
itu foto keluarga kapan di pasangnya?”
“itu
sudh lama nak. Cuma sudah satu bulan tak dipasang karena tali yang lama sudah
rapuh”,
“Ooh
gitu, itu muslimah ya?”
“
iya, kamu tahu. ? iya putri bungsu dari 4 bersaudara. Seorang sholehah serta
berbakti pada orangtua. Keteguhan serta keteladanan pada agama di tunjukan pada
segi berpakaiannya.”.
Sejak
saat itulah kakek semakin bersemangat untuk mendekati muslimah. Namun kakek
sadar diri kalau mendekati anak sang kiyai, haruslah orang yang mempunyai ilmu
tinggi. Dari sanalah belajar , belajar dan terus belajar agama ditigkatkan.
Siang
malam terus belajar, 2 tahun proses belajar kakek tempuh satu ranting ilmu
setiap hari kukumpulkan kini tersusun bagai pohon bringin rindang. Tetesan ilmu
diberikan terus menerus dan kiyai ku serap serta kucerna dan kuamalkan.
Kakek
terus berusaha sampai akhirnya 8 tahun di pesantren telah kulalui, ilmu yang
selalu ku kaji telah banyak terserap dan tersimpan. Benih- benih keberanian
kakek pada saat itu terus terkumpul untuk taaruf pada muslimah anak kiyai.
Pulang
sholat magrib berjamaah, Kakek mencoba bertanya pada kiyai mengenai jodoh
terbaik , .
Pa
kiyai, ada yang mau ditanyakan mengenai,….
Mau
menanyakan apa? Aduuh kaya yang serius amat Man, yuu kita ngobrolnya dirumah
saja.
“Iya
pa kiyai,” perasaan tak menentu keluar karena ingin menanyakan jodoh muslimah
gadis bungsunya.
Kita
berdua berjalan menuju rumah pa kiyai tak jauh dari mesjid.
“Gimana
Man, pertanyaan apa yang membuat kamu seperti kebingungan seperti itu.’
“Emkh
gini pa kiyai, umur aku sudah tak muda lagi, keluargaku sebentar lagi kesini
untuk menikahkan aku, aku bingung pa kiyai.”
“Ya
tinggal nikah Man, gitu aja ko repot.”
“Soalnya
aku meyukai putri bungsu pa kiyai, meskipun aku belum pernah ngobrol panjang
lebar bersama namun hati dan perasaan ini seperti berbicara satu sama lain.”
Pa
kiyai berpikir dan merenung sejenak.
“
memang muslimah juga sudah waktunya untuk di khitbah oleh lelaki. Tapi dia
pemalu. Nanti bapa coba menanyakan pada Sholehah. Bsok pagi kamu ksini lagi
untuk mendengar jawaban langsung.”
“Iya
pa kiyai, makasih atas bantuan yang telah diberikan.”
Pa
kiyai seperti merespon positif merelakan kakek menjadi menantunya . Menunggu
esok hari bagai menunggu berbulan- bulan.
Memejamkan
bola mata dengan tenaga super besar tak pernah ada hasil. Terbaring diatas
sejadah membuat hati tenang melenyap dalam keheningan malam. Ku lantunkan doa-
doa seraya memanjatkan doa.
Malam
terus larut, suara angin malam berhembus mengenai jendela asrama, kret, kret,
kret. Menambah ramai suasana hati kalangkabut ini. Terngiang terus permintaan
untuk menunggu sampai pagi itu. Kurelakan serta kupasrahkan jawaban dari
muslimah.
Sampai
ayam berkokok pada waktu biasa, mata ini tak pernah terpejam dalam hanyutan
istirahat. Kakek berbegas dalam langkah kaki menuju rumah sang maha pencipta.
Air pelepas dosa serta penyegar tubuh dipagi hari mengawali indah gelap sunyi
kemudian mendekatkan serta berserah diri
pada sang khalik.
Air
mata kakek tak pernah sederas ini membanjiri pipi.
“
Ya allah nikmat-Mu tak pernah aku dustakan, sedetik saja engkau telah
memberikanku beribu kenikmatan kurasakan.” Air mata terus berceceran meskipun
kakek tahan.
Menunggu
adzan subuh berkumandang sebari mendekatkan diri pada sang maha pencipta dengan
melantunkan lapadz- lapadz ilahi.
Santri-
santri lain berdatangan menandakan semakin dekat adzan subuh berkumandang, hati
kakek berdebar terus berdebar tak beraturan. Bergemuruh pikiran tanpa ujung.
Berjubah
dan bersorban, pa kiyai datang untuk mengontrol para santri ke dalam mesjid.
Sudah penuh dengan kopiah putih.
“
Salman kamu adzan subuh, sudah masuk waktu adzan!!!.” Perintah pa kiyai.
Perasaan
berdebar saat itu hilang seketika setelah pa kiyai memerintah kakek untuk
adzan. Tak terpikir bahwa pa kiyai memberikan tes dalam bentuk kepatuhan,
keikhlasan serta kewajiban.
Kakek
tahu, bahwa tes itu di berikan pada saat pa kiyai akan menyampaikan jawaban
dari pertanyaan kakek,
“
Man, tahu tidak alasan Bapa tadi menyuruh kamu untuk mengumandangkan adzan,”
agak serius.
“
ngga pa kiyai”, ketegangan megnhinggapi kakek pada saat itu.
“
alasan Bapa menyuruh kamu untuk mengumandangkan
adzan bukan semata- mata hanya perintah. Namun berbagai filosopi untuk
bahan pertimbangan jawaban Muslimah dari pertanyaan kamu semalam. Kepatuhan pada
perintah guru, karena guru itu adalah orang yang wajib digugu dan ditiru dan
kamu sudah melakuka itu semua ,” ungkap Pa Kiyai.
Tatapan
empat mata pada hari, membuat suasana damai.
“
hehehhe pa kiyai biasa aja, terus mengenai jawaban muslimah gimana pa?”,,
“uluran
tangan serta pintu hati Muslimah terbuka selebar- lebarnya bagi kamu nak
Salman, tapi ingat. Kesempatan ini tak akan pernah datang untuk ke dua kalinya,
jangan sia- siakan”
“Subhanallah
walhamdulillah walailahaillallahuallahu akbar, puji syukur padamu. Ini tidak
mimpi kan pa kiyai?”
“tidak
nak Salman, semoga Muslimah bisa menjadi jodoh serta istri baik- baik bagi nak
Salman”
“Insya
Allah Pa kiyai”
Jawaban Pa kiyai perwakilan dari muslimah memberi
semangat tersendiri bagi kakek. Tinggal 2 tahun lagi untuk mengkhitbah putri pa
kiyai serta memegang kekuasaan penuh atas ke 2 perusahaan wasiat.
Meskipun
sudah di jawab serta di berikan isyarat bahwa muslimah mau dan setuju untuk
menikah dengan kakek, cadar serta sikap anggun agamis tak memberi kesan
responsip perihal kejadian kemarin malam.
Sepucuk
surat pertama kakek layangkan ,
Untuk
sang melati bermekaran
Wahai
aninda, kutitipkan sepucuk surat ini agar engkau tahu isi hatiku, matamu seolah
tak pernah ada keangkuhan. Tangkai tangkai bunga bergoyang ketika kau berjalan.
Ku ingin menanyakan suatu perihal tentangmu? Jawaban dari bapa kiyai seolah tak
yakin dari jawaban aninda sampaikan. Apakah kamu sudah siap menjadi pendamping
hidupku dimasa yang akan datang.
tak
pernah siap bila berbicara empat mata langsung dengan aninda, kegugupan ini
menjadi tameng dalam keraguan.
Surat
ini kulayangkan agar tak menjadi fitnah diantara kita berdua, salam kasihsayang
dariku.kutunggu setangkai surat darimu.
Surat
pertama kakek buat agar kita berdua bisa berkomunikasi langsung tanpa
menimbulkan fitnah. Teknologi semakin canggih namun muslimah enggan mengikuti
arus moderenisasi. 1 hari, 2 hari kutunggu balasan surat itu namun tak pernah
ada jawabannya.
Hati
ini terus gelisah jawaban satu katapun tak pernah hinggap dimata ini. Satu
mingggu setelah lelah serta putus asa menghinggapi perasaan. Barulah sepucuk
surat balasan datang dari salah seorang teman dekatnya.
“ini
surat dari Muslimah, perasaan kagum serta haru berdecak pada Muslimah dari
seuntai surat yang engkau layangkan padanya”
“
satu minggu kutunggu jawaban itu, apakah ainun tau, kenapa surat ini baru
dibalas?”
“
ya Salman, baca saja surat itu. Muslimah hanya memberikan amanah padaku ini
saja bukan yang lainnya”.
“
terimakasih telah mengantarkan sepucuk surat ini padaku”
Balasan
sepucuk surat itu menghilangkan rasa kesal dan lelah. Surat itu kesimpan
terlebih dahulu dalam saku. Suara adzan dzuhur berkumandang, ku menuju masjid
terlebih dahulu agar balasan ini memberikan kebahagiaan.
Kuserahkan
rasa lelah, malas, pusing kepala serta kebimbangan serta kebingungan pasa sang
maha pencipta diatas amparan sejadah.
Kakek
berjalan menuju asrama selepas dari mesjid, tak kuasa menahan keingin tahuan
isi dari sepucuk surat itu. Kulentangkan tubuh diatas tumpukan kapuk dalam
selimut. Kubuka sepucuk surat itu dan kuresapi.
Teruntuk
kakanda
Ditempat,
Sekian
lama aku menunggu surat dari kakanda baru beberapa hari harapan serta doaku
terkabul. Maaf bila setiap hari aku tak tegur sapa dengan kata- kata manis.
Hanya dengan pandangan mata saja aku sudah senang dan bahagia.
Jawaban
dari pertanyaan kakanda, semua berasal dari kata hati, uluran tanganku serta
pintu hati ini terbuka lebar buat kakanda. Ku ikhlas dan berterima kasih karena
telah memberikanku kesempatan untuk bersanding dengan kakanda disuatu hari
kelak.
Penantian
2 tahun lagi mungkin sangat lama bagiku, waktu tak akan pernah ada yang tahu.
Kadang pahit ataupun manis. Aku rela
bila dalam 2 tahun itu kakanda boleh memilih wanita lebih sempurna dibandingkan
aku. Kita berdua belum memiliki ikatan apapun.
Kutitipkan
rasa sayang ini padamu kakanda. Engkau boleh membuang titipan itu ataupun
mengabaikannya, jangan sampai kakanda mengembalikan titipan itu kembali.
Kutunggu
balasan dari kakanda Salman.
Sepucuk
surat dengan isi memberikan arti segalanya. Bagi kehidupan dan masa depan
kakek. Perhiasan dunia tak akan sempurna meskipun bergelimang harta tanpa
perempuan didalamnya.
2
tahun lamanya telah kita lewati dengan bertutur dan bercakap dalam setitik
tinta dalam lembaran putih.
Keluarga
kakek mejemput ke Pondok Pesantren untuk perosesi akad nikah serta penyerahan
ke 2 perusahaan milih almarhum bapa dan ibu. Paman serta bibiku sudah
mempersipkan untuk pesta pernikahan.
Paman
dan bibiku menghadap pa kiyai untuk meminta langsung Muslimah sebagai calon pengantin
sekaligus memberikan biaya serta perlengkapan lainya untuk mengadakan resepsi
pernikahan di kompleks pondok pesantren.
Kedatangan
keluarga besar kakek ke pondok pesantren membrikan simbol bahwa serius memberikan
yang terbaik untuk ponakan ( Salman). Meskipun paman dan bibi telah memiliki
calon istri, berkat kasih sayang dan kecintaan pada keponakaanya yang tulus,
mereka berdua rela untuk membatalkannya.
Resepsi
pernikahan kita berdua sangatlah meriah serta tamu undangan yang hadir para
ulama serta pengusaha besar. Acara berjalan khidmat tanpa ada gangguan
sedikitpun.
Rumah
tangga kakek berjalan sesuai dengan keinginan kita berdua. Lama kelamaan kakek
terus disibukan berbagai acara serta pertemuan di kantor. Kakek tak menyadari
bahwa muslimah sedang mengandung anak pertama.
Kejutan
itu diberikan saat kakek pulang kerja, kesal dan cape terbayar sudah ketika
muslimah mengatakan bahwa dalam rahim sudah ada sang buah hati.
Kita
berdua saling menjaga dan meningatkan satu sama lain. Begitu bahagia hubungan
pernikahan yang dijalankan karena Allah. Hari demi hari terus bergantian,
keringat berucucuran demi sang buah hati di lakukan. Perusahaan peninggalan ibu
dan ayah kakek berkembang pesat.
Waktu
persalinan Muslimah di rumah sakit membuat jantung serta dada ini terbakar tak
karuan. Teriakan muslimah menandakan perih dan susah tugas seorang ibu.
Seorang
anak laki- laki dengan tangisan pertama memberikan ketenangan pada dada ini.
Kumandang adzan serta ikomah kakek kumandangkan di telinga kanan dan kiri.,
Namun
sangat disayangkan, istri kakek tak sempat lama setelah mengalami pendarahan
begitu luar biasa. Perasaan sudah tenang kini mulai bergetar. Jeritan – jeritan
muslimah mulai sunyi, kekhawatiran kakek sudah terjadi. Air mata ini membanjiri
setiap sudut pipi. Melihat muslimah dalam kamar UGD mulai pucat. Dua jam waktu yang
dibutuhkan dokter untuk keluar dari ruangan ugd memberikan keterangan pada kami.
Wajah
serta mimik dari para dokter yang keluar memberikan psimis pada kami semua.
“
maaf pa, kami semua sudah bekerja maximal namun Allah berkehendak lain. Semoga
diterima di sisinya.”
Kata-
kata itu membuat seluruh keluarga kami menangis tak karuan. Hati ini kembali
jatuh meskipun buah hati kami berdua dikaruniai keselamatan. Kakek belajar
ikhlas atas kepergian Muslimah. Keluarga Pa kiyai mengurus segala sesuatunya
untuk melakukan proses penguburan jenajah Muslimah.
Anak kami berdua tadinya mau kakek asuh dari
kecil, agar bisa terawasi. Hati kecil ini terus mengatakan anak ini akan
menjadi anak yang penuh kesabaran dan keceriaan meskipun harta tak pernah
menyelimuti dimasa kecil.
Kakek titipkan saja anak itu pada salah
seorang sahabat,agar terasuh serta terpantau. Keluarga kakek menentang pilihan
kakek,karena harta tak akan membutakan anak itu.
Kakek
becermin pada kehidupan muda, buah jatuh tak akan jauh dari pohonya. Anak satu-
satunya tak akan pernah disia- siakan. Biarkan hidup seadanya dengan pendidikan
seadanya. Tak perlu sekolah tinggi – tinggi asalkan akhlak dalam diri kita
baik.
Anak
itu adalah kamu nak Suparman, kakek ini adalah bapak kamu. Bapa telah lama
memantau kamu dari kecil sampai sekarang. Hingga kamu menjadi seorang pemulung
ini bapa terus dipantau, maafkan bapak nak.
“Bapak
tak bermaksud menelantarkanmu seperti ini, buktinya kamu sangat kuat dan tabah
dalam menjalankan hari- hari kamu,”.
“
jadi……., kakek adalah bapak aku?”
“
iya nak, bertahun- tahun bapak terus memantaumu, agar tidak terjadi apa- apa,”
“
subhanalloh, ya Allah engkau begitu maha adil. ( mencium tangan Bapaknya)
jadi
selama ini bapak terus mengawasi aku?”
“iya
nak, “air mata haru membasahi pipi mereka berdua.
Kakek,
sudah siap hidangan makan malam. Cerita kakek Salman selesai ketika bibi
pembantu memberitahukan bahwa hidangan makan malam sudah siap, hamper 6 jam
kake salman bercerita panjang lebar hingga waktu sholat magrib sudah datang.
“
nanti bi, kita akan melaksanakan sholat magrib terlebih dahuliu.”
Mereka
berdua melaksanakan sholat magrib berjamaah di mushola rumah. Orang yang memimpin
solat magrib itu Suparman. Fasilitias serta kekayaan akan jatuh ketangan
Suparman sebagai pewaris tunggal dari 2 perusahaan turun temurun.
Anak
dan orang tua kini berkumpul bahagia, meskipun tak lengkap dengan ibunya. Canda tawa serta obrolan panjang lebar
terjadi saat mereka makan malam.
Suparman
merasa tak enak hati karena meninggalkan keluarga kecil dirumah a tanpa sepatah
kata untuk bermalam dirumah sini..
“
pak, istri dan anak- anakku pasti mengkhawtirkanku karena tak pulang “
“ ya
sudah pagi- pagi kamu ke rumah diantar sama mang supir. Kalau sekarang pulang
sudah larut malam. Tidur saja di kamar kamu.” Sambil menunjukan kamarn pada
Suparman di lantai atas.
“
begitu megah serta mewah rumah ini pak,”
“
Alhamdulillah Allah telah memberikan rizki yang tak terhingga, kepercayaan ini
bapak takan pernah mendustakan nikmat ,”
Suparman
beristirahat dikamar sekelas hotel berbintang. Kasur empuk, pendingin ruangan
terlihat mentereng serta ada kulkas minuman didalam kamar.
Suparman
terlelap bersama mimpi indah, bermimpi bertemu dengan sosok wanita sedang menunggu
dibawah rindangn pohon.
Heran
serta termenung melihat sosok peremuan entah sedang apa yang dilakukan disana,
Suparman hendak menghampiri perempuan tersebut. Langkah kaki seperti tak terdengar
di tengah padang pasir tapi entah kenapa ada pohon rindang di daerah sana.
Pertanyaan- pertanyaan seperti itu terus muncul dalam diri Suparman. Semakin
dekat terus semakin dekat tapi wanita itu tak menoleh sama sekali.
“
permisi…..!!!”
Masih
belum juga menoleh sosok seorang wanita itu, terus memberikan bisikan hati Suparman merasa terketuk saraf-
saraf kesadaran diri. Cerita bapak tadi siang memberikan gambaran bahwa sosok seorang
wanita itu adalah ibu Suparman.
Disapapun
tak ada sautan serta jawaban, hanya bergembira ria di bawah pohon rindang.
Suparman terus mengamati sosok wanita itu, termenung membisu. Ceria serta
bahagia sosok wanita di ayunan itu. Tak berapa lama kemudian muncul cahaya
diatas pohon rindang itu, entah cahaya apa, padahal terik matahari di siang
bolong itu membuat Suparman gerah serta kehausan sekali. Tapi wanita dalam
ayunan seperti merasa tak kepanasan. Cahaya itu semakin dekat pada sosok wanita
di atas ayunan. Meskipun berdekatan seperti tak pernah melihat Suparman.
Beberapa
lama kemudian mucul sosok bayi dari atas cahaya berseri- seri Nampak wajah dan bercahaya menghampiri wanita
di atas ayunan. Tak ada tangisan bayi, hanya terdengar suara senang ria.
Suparman
terharu serta campur rasa iri pada bayi dalam pelukan wanita di atas ayunan.
Seolah ingin merasakan dekapan dan pelukan seorang ibu, tangisan Suparman tak
terbendung lagi, muncul lagi sosok peria dari sebrang gurun pasir seperti tak
asing lagi bagi Suparman. Berjubah putih, ,mengenakan sorban serta makhota
keislaman. Tak salah lagi tafsiran Suparman atas sosok peria sedang berjalan diatas padang
pasir. Semakin jelas dan benar saja tafsiran perasaan Suparman, sosok ayah
Suparman dengan gagah menghampiri wanitu dan bayi dibawah pohon rindang.
Salam
serta tegur sapa terjadi dihadapan Suparman, kemudian hati Suparman bertanya-
Tanya?
“
Apakah sosok wanita itu adalah Ibuku dan bayi dalam gendongan perempuan itu
dalah aku?”
Kemudian
mereka pergi menuju arah cahaya dan meninggalkan pohon rindang. Sedangkan
Suparman merenung sendirian dibawah pohon rindang di tengah- tengah padang
pasir yang sangat panas sekali.
Aliran
cahaya diatas terik matahari gurun padang pasir merubah paradigma Suparman
bahwa hidup itu tak ada yang tak mungkin. Motivasi serta dorongan untuk sukses
baru saja dimulai.
Terbangun
dari mimpi panjang, Suparman mengucapkan “ Astagpirullah Aladzim,
alhamdulillahilladi ahyana ba’dama amatana wailaihi nusur”,
Pukul
02.50 waktu yang di lihat Suparman di jam dinding kamar. Bersiap- siap untuk
menunaikan sholat tahajud.
Disisi
lain, semalaman Ibu putri, Solohin, Roni, taqwa serta Iman mengkhawatirkan
Bapak mereka semalaman, mereka tahu bahwa Suparman akan mampir kerumah kakek Salman.
Meskipun
demikian mereka tetap belajar dan berkatifitas karena Suparman sudah
memberitahu bahwa akan ke rumah pak Salman.
Suara
ayam sudah berkokok menandakan pagi akan segera tiba, mentari dan rombongan
dalam perjalanan mencerahkan seluruh dunia.
Di
rumah sederhana ibu putri seperti biasa mempersiapkan segala sesuatu bagi ke
empat anak yang akan berangkat menimba ilmu.
Kondisi
tak biasa ini baru pertama kali dirasakan oleh Suparman, pagi- pagi masih dalam
kamar, roti bakar serta teh sudah di persiapkan bibi pembantu. Berita televisi
sudah tersiar dikamar sendiri tak perlu lagi nongkrong di warung tetangga.
Teringat
masa lalu, setiap pagi Suparman bejalan berpuluh-puluh kilometer untuk
mendapatkan tumpukan rejeki demi menghidupi seluruh keluarga di rumah.
Suparman
di tugaskan bapak Salman untuk les terlebih dahulu sebelum terjun kedunia
pengusaha, agar perusahaan yang akan dikelola nanti berkembang lebih pesat dari
sekarang.
perumpamaan
persiapan tanah sebelum ditanami bibit agar tumbuh cepat dan besar. Itulah
strategi yang dilakukan Suparman dalam berbisnis. Sebelum private Pa Salman ingin
sekali cucu serta menantu juga tinggal
dirumah ini.
Namun
Suparman belum bisa mengajak ke rumah sebesar ini, biarkan dulu mereka tumbuh
dewasa dalam keadaan sederhana.
“
Mereka tak akan dulu di beri tahu tentang semua ini pa,”
Pakaian
compang- camping dipakai lagi agar mereka tak curiga kalau Suparman adalah anak
pewaris tunggal dari 2 perusahaan raksasa.
Seperti
biasa pagi itu ke empat anak Suparman sudah meninggalkan rumah untuk menimba ilmu
, juga ibu Putri sudah berangkat kerja. Gerimis serta angin menyambut
kedatangan Suparman di rumah. Sepi ditengah gerimis air hujan di luar sana
memberikan kesan lapar pada perut. Terlihat makanan kesukaan Suparman sudah di
siapakan di atas meja makan. Tergiur serta tergoda oleh makanan kesukaan, Suparman
tak berpikir panjang lebar melahap makanan.
Menunggu
kedatangan istri serta anak- anak, Suparman sudah lama tak membereskan tanaman
dihalaman rumah.
Perlahan
lahan rumput tak diundang di bersihkan serta tanaman- tanaman sayuran dalam
polibek di siram. Suparman merasa senang dan bahagia bila setiap pagi hari
seperti ini terus berlanjut.
Siang
semakin dekat, Suparman juga mencoba untuk menghidangkan makanan bagi istri dan
anak- anak nanti. Setelah jadi baru di hidangkan diatas meja makan.
Satu
persatu mereka sudah pulang.
“
assalamualaikum,”
“Waalaikiumsalam,
ehhh , udah pulang nak. Kemana kakak- kakak kamu?”
“
Alhamdulillah sudah pa, mungkin masih dijalan . soalnya Iman pulang lebih awal”
“ya
sudah, kamu ganti baju dulu. Kita makan bersama setelah semua pulang”
“
iya pa”
Iman
pergi kekamar untuk istirahat sejenak serta mengganti pakaian. Sementara
Suparman menunggu yang lain.
Selang
beberapa menit semua anak Suparman pulang tinggal menunggu istri tercinta dari
tempat bekerja.
Sudah
lama sekali suparman tak pernah ada dirumah dikala mentari mengemukakan sinar.
Dibalik kaca Dari dalam rumah sudah terlihat Putri melangkah menuju kerumah,
Suparman bergegas membukakan pintu serta menyambut di halaman rumah.
Mata
tersayup-sayup melihat suparman berada dirumah,seakan tak ada dirumah sudah
berbulan- bulan padahal baru satu malam tak pulang ke rumah.
Perlahan
tapi pasti langkah Putri sampai ke pintu rumah dan bebincang rindu dengan
Suparman. Tak lupa Suparman langsung menyiapkan kursi bagi Putri. Lelah
menghampiri putri namun seketika hilang karena melihat Suparman begitu berbeda
pada siang hari itu.
Anak-
anak Suparman berdatangan ke ruang makan dengan tertib.
“ibuuu,….”, ujar Iman
“
eehhh Iman, sudah lama pulangnya nak?”
“
alhamdulillah ibu, sudah agak lama”,
“
ayo cepat duduk yang rapi”,
“
ooh iya bu, setelah makan jangan dulu meninggalkan tempat makan ini, bapak mau
bercerita” kata Suparman
“
penting banget niih pa?”
“Sangat
penting sekali bu”,
“Soleh!!
Kamu pimpin doa sebelum makan”,
“Siap
pa, Bismillahirrahmanirrahim. Allahumma Baariklana piima rojak tana wakina adza
banner birahmatika ya arhamarrahimin walhamdulillahirabbil alamin”,
“aminn”,
ujar semua.
Piring-piring
berisi nasi serta lauk pauk dimakan perlahan- lahan, menu makan siang Suparman
sekeluarga kali ini kumplit. Empat sehat lima sempurna, karena suparman tak
pernah melupakan kebutuhan gizi bagi
anak serta istri.
Tak
ada perbincangan dalam meja makan, suparman berhasil mendidik anak- anak agar
mentaati etika dalam kehidupan sesuai syariat islam, salah satu didikan yang
diberikan yaitu jangan berbicara ketika sedang makan.
Tak
ada sisa- sisa satu nasipun dalam piring dihadapan Suparman serta istri dan
anak- anak. Menghargai makanan sekecil apapun sudah diajarkan Suparman pada
anak- anaknya.
Tak
ada riwayat pendidikan dalam kamus kehidupan Suparman, sekolah dasar, menengah
pertama ataupun menengah atas belum pernah di duduki. Berbekal dari pengalaman
hidup serta ilmu- ilmu yang diberikan imam masjid seusai sholat berjamaah
selalu Suparman amalkan.
“Roni,!!
Kamu pimpin doa setelah makan”,
“
baik pa, Bismillahirramaanirrahim, alhamdulillahilladzi at’amana wassakona
wajj’alana minal muslimin,”,
“Alhamdulillah
kita masih bisa mendapatkan rejeki makan untuk hari ini, semoga besok dan
seterusnya masih diberikan rejeki lagi dari Allah swt.”.
“
makan sudah sekarang bapa mau bercerita apa?”, Tanya Ibu putri.
“
naah , bapa mau bercerita soal kemarin malam tidak pulang,begini, kemarin bapa bermalam di rumah kakek Salman beliau
bercerita panjang lebar sehingga hari semakin larut malam. Kakek salman
bercerita tentang masalah pribadi. Bapa malam hari mau pulang Cuma kakek Salman
berkeinginan bapa tidur semalam disana, apa boleh buat bapak tidur disana agar
tidak menyinggung perasaab kakek Salman.”
“
terus kakek Salman bercerita peribadi apa?”,
“
kakek salman kesepian karena sudah lama anak serta istri Kakek Salman
meninggal, terus bapa mau minta izin pada kalian mulai dari hari besok sampai
satu minggu kedepan bapa akan mengikuti pelatihan di luar kota”,
“
pelatihan apa pak?” Tanya solihin.
“
bapak juga tidak tahu betul, nanti kalau sudah dikasih tahu, itu saja yang
ingin bapak sampaikan pada kalian. ”,
“
ya sudah, asalkan bapa selamat ibu mengijinkan”,
“terimakasih
bu sayang”,
Sejak
dari itu Suparman bersemangat untuk mengikuti pelatihan meskipun keluarga kecil
di rumah belum mengetahui bahwa Suparman adalah pewaris tunggal dari dua
perusahaan raksasa.
Makan
siang selesai, seperti biasa anak- anak Suparman membersikhkan piring- piring
kotor dengan tertib dan teratur. Putri menggarap piring –piring kotor sisa.
Hari
semakin sore dan larut dalam kegelapan malam. Keheningan menyelimuti rumah
keluarga suparman. Suasana serta aktivitas Tak ada yang berbeda dari malam-
malam biasa. Keadaan serta rasa degdegan dalam jiwa Suparman berbeda dari malam
biasa, susah tidur serta perasaan melayang kemana- mana seakan mimpi yang jadi
kenyataan.
Semakin
larut rembulan malam menyelimuti hamparan bumi. Mata serta hamparan bulu dalam
tubuh Suparman beristirahat diatas tumpukan tumpukan kapuk dalam susunan rapih.
Mata
serta anggota tubuh Suparman memang terlelap dalam kesunyian malam, hati serta
pikiran Suparman tak pernah lepas dari ketegangan.
Kemilau
harta sering kali orang jadi salah arti, hidup di dunia ini hanya sementara tak
ubahnya seperti buah segar, lama kelamaan membusuk tak diinginkan kembali.
Malam
terasa seperti setetes air dari ujung daun talas. Ayam berkokok menandakan pagi
sudah datang kembali. Seperti biasa Suparman bangun dari ketegangan saat semua
orang terlelap dalam ketenangan.
Suara
air hujan terdengar begitu deras. Petir mengeluarkan suara maha dahsyat
sehingga ketegangan Suparman begitu terasa bertambah denting. Kelap kelip suara
air hujan menghimpit suara kokokan ayam piaran Suparman.
“dddaaaarrrrr”!!!!.
Petir
tak henti- henti mengeluarkan keperkasaannya. Rumah suparman tiba- tiba
mengeluarkan tanda- tanda akan roboh diterjang badai hujan disertai petir,
sedangkan Suparman didalam wc untuk mengambil air wudhu seperti kilat menyambar
langsung keluar.
“
subhanalloh, subhanalloh, subhanalloh, subhanalloh,” terus dan terus di ucapkan
suparman.
Ketegangan
suparman mulai reda ketika petir itu sudah tak mengeluarkan bunyi yang maha
dasyat. Atap rumah yang bocor tak terlalu di khawatirkan Suparman, karena baru
kali pertama hujan turun padahal belum waktunya.
“
subhanalloh, Allah berkehendah menurunkan beribu air dari atas langit seketika
meskipun bukan waktunya” dalam hati
suparman berkata.
Istri
serta anak- anak Suparman tak terganggu oleh suara hujan badai serta gelegar
petir, .
“
kenapa ini? Ada apa ini?, apakah ALLAH memberikanku petunjuk? “, bertanya tanya
sendiri.
Niat
Suparman membangunkan istri serta anak- anaknya sampai tak jadi, apakah ini
petunjuk bahwa Allah bisa mengangkat harkat martabat dan derajat seseorang sama
seperti Allah menurunkan badai hujan di dinihari ini.
Pertanyaan
itu terus terngiang dalam hatinya. Tak lama merenung tak karuan, dengan cepat
Suparman melanjutkan kembali niat pertama mengambil air wudhu untuk
melaksanakan solat sunat.
Dalam
doa Suparman memohon untuk dilancarkan dalam segala urusan dan diberikan petunjuk
bagi yang sedang tegang dan bingung.
“
Ya allah yang maha pengasih lagi maha penyayang ku bersujud dan meminta
pertolongan padamu. Hambamu ini yang penuh dengan dosa dan tempat segala
kesalahan sedang dalam kebingungan serta ketegangan, berikanlah petunjuk atas
segala kalang kabut ini Ya rabbku, apakah badai sesaat tadi engkau turunkan
untuk memberikanku petunjuk, berikanlah aku kekuatan untuk menghadapi semua
cobaan dalam hidupku ini. Aku tak pernah meminta untuk kaya raya, aku hanya
meminta agar segala sesuatu kebutuhan keluargaku Ya Rabb, tapi jika engkau
berkehendak lain aku siap menjalani kehidupan ini. Robbana atina fiddun ya
hasanata wafil akhirati hasanata wakina adza bannar”,
Sembah
sujud Suparman tak pernah terlewatkan pada sang maha pencipta,siang dan malam
bibir Suparman terus basah dengan kalam ilahi. sehingga kerendahan hati serta
ketabahan dalam diri Suparman tak pernah di ragukan lagi. Pepatah mengatakan
bahwa doa adalah obat mujarab untuk menentukan nasib seseorang.
Hujan
lebat kini telah reda seiring dengan Suparman selesai berdoa, entah itu
kebetulan atau apa, namun suparman hanya percaya bahwa semua kehendak Allah
swt.
Membangunkan
Istri dan anak- anak sebelum sholat subuh berjamaah adalah suatu kewajiban bagi
Suparman.
***
Matahari
terus menampakan sinar- sinar kehidupan. Suparman bersiap- siap berkemas untuk
berangkat ke rumah Pa salman, bapak kandung sendiri untuk mengikuti
pelatihan. tak sekolah bukan halangan bagi suparman, naluri otak serta
cara kerja nalar berfikir begitu membanggakan meskipun hanya seorang pemulung.
meminta
doa restu sebelum berangkat tak pernah terlewat apalagi akan meninggalkan rumah
seminggu tanpa kabar. Tangis haru berlinang air mata. Anak- anak suparman tak
kuasa ketika seminggu tanpa Suparman.
Namun
mau gimana lagi, takdir memang tak bisa di tolak. Suparman harus mengikuti
pelatihan yang di berikan oleh Pak Salman. Pewaris tunggal dua perusahaan
raksasa anak dari konglomerat. Cita- cita Suparman untuk bisa membahagiakan
keluarga kecil di rumah semakin terbuka lebar.
Langkah
kaki Suparman semakin jauh dari rumah, pakaian compang camping yang biasa di
pakai untuk bekerja setiap pagi. Kini langkah kaki Suparman berbeda dari hari
biasa, mengenakan pakaian rapi serta harum haruman terisap jelas.
Dalam
langkah kaki suparman berdoa agar dalam pelatihan nanti bisa mendapatkan
sesuatu ilmu baru dan pengalaman baru agar bisa mengelola perusahaan Pak Salman.
Semakin
teringat, pak Salman sangat sudah tua, pengabdian sebagai seorang anak Suparman
harus benar- benar yang tebaik.karena waktu terus berjalan dan umur siapa yang
tahu.
Suparman
juga belum memberi tahu keluarga kecil di rumah tentang kenyataan sebenarnya.
Bahwa suparman adalah anak dari Kakek Salman.
“
assalamualaikum”
“
waalaikumsalam”,
“
bapak kenapa? Sakit?,”
“
engga nak, ini mungkin Cuma factor umur. Ayoo silahkan masuk.”
“
jangan banyak bergerak pa, nanti tambah parah lagi. “
“
ga apa apa nak, bagaimana keluarga kamu? Apakah sudah dikasih tahu bahwa kamu
adalah anak bapa?”
“
belum pak, nanti saja kalau sudah selesai pelatihan. Aku takut mereka syok.”
“
ya sudah tidak apa- apa, nanti siang kamu berangkat ke Singapura untuk menerima
pelatihan bisnis nak, sekarang persiapkan apa saja yang harus dibawa”,
“
hahhhhh??, singapura pak?”
“
iya nak, disana bapak punya seorang teman guru besar perbisnisan, kamu akan di
asah ilmu serta diberi wawasan tentang manajemen bisnis.kamu disana harus
bersungguh- sungguh, kalau kamu mantap satu minggu insya allah beres. Tapi
kalau kamu tidak bersungguh- sungguh satu tahun takan pulang- pulang.”
“
insya Allah pa, aku akan bersungguh- sungguh dalam menimba ilmu disana, meski
umur sudah tak muda lagi tapi aku akan berusaha.”
“
ayo cepat ambil barang kamu di kamar, sudah bapak siapkan untuk pemberangkatan.”
“ tapi
pak? Aku nanti naik apa kesingapura?”
“kamu
nanti naik pesawat terbang biar cepat sampai”
“
iya pa.”
“
setelah berkemas, kita makan dulu di resto. “
Niat
serta keinginan begitu kuat dari dalam hati Suparman untuk membahagiakan Pak
Salman.
Tapi
Suparman merasa bersalah karena sebelum berangkat tidak berkata jujur pada
istri serta anak anak bahwa akan melaksanakan tugas keluar Negara demi masa
depan perusahaan serta membahagiakan pak Salman yang masih ada.
Mobil
untuk mengantarkan ke bandara sudah siap. Bapa dan anak kini berjalan bersama
dari ruang tamu menuju mobil.
Tak
pernah ada keluhan sedikitpun dari mulut suparman, karena Suparman tahu bahwa
membahagiakan kedua orang tua adalah wajib. Dulu Suparman kira bahwa kedua
orang tuanya menelantarkan karena seperti anak tak di inginkan. Tapi setelah
mendengar penjelasan dari Pak Salman semua menjadi bersih.
Di
tengah perjalanan ada restoran megah, pak Salman menyuruh sopir untuk
memberhentikan mobil di restoran tersebut. Tak disangka Suparman, pegawai serta
pelayan disana menghomati Pak Salman.
Kebingunganpun
mengampiri Suparman, setelah mereka duduk di meja special. Suparman bertanya
pada Pak Salman.
“
pak, kenapa semua orang menghormati bapak disini, seakan – akan sudah kenal?”
“
ooohh itu, iya semua orang tahu bapak disini, karena ini salah satu cabang
bisnis kecil bapak,”
Terdiam
kaget, kekaguman Suparman pada Pak Salman tak di hiraukan lagi.
“
jadi ini milik bapa?”
“iya
nak, ini nanti salah satu bisnis yang akan kamu kelola.”
Suparman
hanya bisa tersenyum haru,
“
ini adalah bisnis bapak saat perusahaan sedang melegit, bapak tahu keduniawian
tak bertahan selamanya. Tapi asalkan berusaha dengan ikhlas semua itu
terbantahkan.” Ujar pak salman.
Menu
pesanan begitu komplit, seperti tak ada kata tak enak dalam hidangan. Anak dan
bapak makan berdua dikelilingi suasana persawahan nan indah. Begitu terasa
suasana kekeluargaan pedesaan.
Tak
habis semua hidangan dihadapan mereka berdua. Sedangkan perut mereka berdua
sudah tak dapat menampung lezatnya makanan itu.
Suparman
baru tersadar dari kebingungannya,
“
pantas saja makanan dirumah bapaku sangat enak- enak mungkin dari restoran,
tapi katan pak Salman bibi dirumah yang memasak, mungkin resep rahasia ini diberikan
pada bibi biar makanan yang dibuat sama persis seperti di restoran.” Ujar dalam
hati.
Pak
Salman memanggil pelayan untuk memberitahu bahwa acara makan sudah selesai.
Tanpa membayar kekasir , mereka berdua naik mobil untuk melanjutkan perjalanan
kebandara.
Pak
Salman menitip pesan pada Suparman,
“kalau
sudah sampai disana nanti kasih kabar bapa ya nak,”
“
tapi pak, aku tidak punya handphone. “
“
ooh iya pakai saja ini punya bapa, didalamnya sudah ada soft copy file file
perusahaan serta bisnis- bisnis lain yang bapa kelola”,
“nanti
bapa pakai apa? Kalau tlepon genggam ini diberikan.”
“
itu soal mudah nak, bapak nanti tinggal beli lagi.”
Percakapan
itu mulai menggambarkan kehangatan antara mereka berdua, bandara semakin
terlihat. Suara lalu lintas pesawat terbang begitu menggelegar. Dari luar sana
sudah terlihat berjejeran pesawat terbang dengan berbagai kapasitas dan
berbagai jurusan.
“
nak, bapak hanya bisa mengantar kamu sampai sini. Tiket pesawat sudah ada di
dalam tas. Kalau ada apa apa langsung kabarin saja.”
“
iya pa, aku pamit dulu karena jadwal pemberangkatan tinggal 5 menit lagi.
Assalamualaikum,” sambil mencium tangan Bapaknya saat pamitan.
“
waalaikumsalam,”
Tas
di gendong serta koper di tarik Suparman. Lambaian tangan Pak Salman dibalas
Suparman.
Baru
pertama kali Suparman naik pesawat terbang, degdegan serta waswas
menghantuinya. Pesawat yang di pesan pak Salman untuk suparman yaitu pesat
kelas exekutif.
Suparman
kebagian kursi di bagian depan, sebelum duduk ternyata sudah ada teman di
sebelahnya. Kulit agak keputih- putihan, rambut ikal, agak gemuk, Memakai
kemeja, dasi , jas rapi serta jam tangan mentereng.
“permisi
pa? saya duduk dikursi itu,”
“ooohh
yyyya, silahkan.”
“
kalau boleh tau bapa mau pergi kemana?”
“
kamu bodoh atau apa? Ya jelas ke singapur laaahh, inikah pesawat jurusan Negara
singapura.”
Terdiam
tanpa kata sejenak, ternyata lelaki teman duduk dikapal tersebut mempunyai
watak temperamental, namun Suparman mencoba berdiskusi dengannya.
“iya
juga ya, inikah jurusan Singapura. Kalau boleh tau nama bapa siapa?”
“niiih
baca aja, di baju sebelah kanan saya ka nada .”nada tinggi.
Semakin
muntah emosi, Suparman tak kembali bertanya karena merasa sesak didada. Ketika
kapal akan terbang, jantung suparman bergetar tiga kali lipat dari biasanya.
“
jangan lebay heh,” ujar lelaki mengerikan itu.
“ iya
maaf pa, ini kali pertama saya naik pesawat terbang. Maaf sekali ,”
“pantesan,
namaku Heri, kalau nama kamu Siapa?”
“nama
saya Suparman,” sambil berjabat tangan.
“
kamu mau ngapain ke singapura?”
“
saya di tugaskan bapak saya untuk berlatih bisnis ke salah satu sahabat bapak
saya yang bekerja di singapura, kalau kamu?”
“
saya di perintahkan oleh bos saya untuk berdiplomasi barang export minyak
kelapa sawit kesana,”
“
kamu kesana nanti mau ke daerah mana setelah turun di bandara internasioal
Changi Singapura?”
“
nanti saya ada jemputan disana, saya tak tahu daerah- daerah di sana,”
Oh
begitu, saya kasih tau di negara singa itu ada daerah
Aljunied
,Ang Mo Kio, Bedok, Bishan, Boon Lay , Braddell, Bukit Batok, Bukit
Gombak, Bukit Merah, Bukit Panjang, Bukit Timah, Buona Vista, Changi,
Chinatown, Choa Chu Kang, Clementi, Dover, Dhoby Ghaut, Geylang, Ghim Moh,
Holland Road, Holland Village, Hougang, Jalan Besar, Jalan Kayu, Jurong,
Kallang, Katong, Kampong Glam, Kembangan, Kranji, Lim Chu Kang, Little India,
Macpherson, Marina Bay, Marine Parade , Novena, Orchard Road, Outram, Pasir
Panjang, Pasir Ris, Paya Lebar, Potong Pasir, Punggol, Queenstown, Raffles
Place, Seletar, Sembawang, Sengkang, Serangoon, Serangoon Gardens, Siglap,
Simei, Tampines, Tanjong Pagar, Telok Blangah, Thomson, Tiong Bahru, Toa Payoh,
Tuas, Woodlands, Yew Tee, Yio Chu Kang, Yishun.
Naaah
kalau pulau disingapura ada beberapa seperti, Pulau Jurong, Pulau Kusu, Pulau
Brani, Pulau Hantu, Pulau Semakau, Pulau Tekong, Pulau Ubin, Pulau Sentosa,
Pulau Saint John dan Pulau Sisters.”
“hhahhh,
ko kamu tahu banyak tentang Singapura?”
‘
Negara singa itu kecil, jadi saya bisa hafal dengan waktu singkat tempat- tempat
disana, lagian saya sering berkunjung kesana.”,
“
pantesan, “
“berapa
lama kamu akan tinggal di sana?”
“Aku
belum tahu betul.”
“aku
mungkin 2 minggu berada di singapur, jadi kalau kamu sempat mampit ke Novena.”
“oke,
ooh iya boleh minta nomer kontak kamu?”
“
ini..”
“nanti.
Kalau aku sudah sampai ke tempat tujuan entar di kasih kabar.”
“oke,
yu kita istirahat terlebih dahulu, karena lumayan dari bandara soekarno hatta
ke bandara internasional changi memakan waktu kurang lebih satu jam setengah,”
Mereka
berdua beristirahat dengan tenang karena pesawat yang dinaiki kelas exekutif.
Hingga Suparman bermimpi di suasana
Negri singa itu.
Tatkala
sampai di negri singa, Suparman langsung di jemput dengan rengrengan mobil
mewah dan pengawal besar besar. Saat masuk mobil jemputan Suparman langsung
masuk dalam dunia diskotik dan dunia hiburan malam. Suparman merasa bergetar
melihat wanita sexy serta cantik rupawan berada ditengah kerubunannya.
Melihat
wanita- wanita seksi seperti itu dan berada ditengah kerumbunannya, Suparman
merasa seperti orang- orang kafir di era moderenisasi, sekarang Suparman sadar
bahwa dunia luar begitu bejad serta akhlak mereka sudah tak terkendali.
Melawan
ideologi keislaman membuatnya terpaksa keluar dari diskotik itu, godaan wanita
tak mempan bagi Suparman. Meskipun iya sekarang anak konglomerat namun besiknya
seorang pemulung memantapkan keluar dari jurang kemaksiatan.
Tadinya
Suparman masuk ke kamar mandi agar lebih tenang, tapi tiba- tiba malah masuk ke
dalam tempat psk berkeliaran. Banyak sepasang laki- laki dan perempuan sedang
memadu kasih di ruangan club malam.
Salah
satu wanita menggoda Suparman dengan menyentuh serta menarik Suparman untuk
dibawa kedalam kamar. Perlahan Suparman tak bisa mengendalikan diri dari
kecantikan wanita penggoda. Kamar yang dituju kira kira berjarak 10 meter.
Perlahan
demi perlahan pintu kamar terbuka lebar, suara anak- anak Suparman entah dari
mana datangnya dan berteriak.
“
bapak jangan, bapaaaakk jangan,”
anak- anaknya terus berteriak agar bapaknya
tidak terjerumus kedalam jurang kemaksiatan.
Kemudian
Suparman berusaha mencoba melepaskan tarikan wanita penggoda itu dan berhasil.
Lari dan pergi dari sana, Suparman mencari pintu keluar karena sudah muak. 30
menit berlalu masih tak kunjung ketemu pintu keluar yang diinginkan. Merasa
sudah prustasi dari hal itu semua, tiba- tiba muncul pintu berwarna putih dari
belakang Suparman.
Sontak
membuat Suparman kaget dengan munculnya pintu putih dibelakangn. Suparman
penasaran dan mencoba masuk agar kedalam .
Gemuruh
serta sorakan orang- orang membuat Suparman heran, tiba- tiba Suparman berada
di atas mimbar di aula besar sekali yang dipenuhi beribu- ribu pasang mata.
Datang salah seorang laki- laki dengan tubuh kurus, berkacamata, kepala atas botak, serta memakai jas putih.
Mebawa
satu buah pila penghargaan yang akan di berikan pada seseorang. Tak diragukan
lagi piala penghargaan itu akan diberikan pada Suparman karena di atas panggung
hanya ada Suparman seorang. Serah terima dilaksanakan. Namun ketika saat serah
terima dan akan dipotret.
“Suparman
bangun, Suparman ayo cepat bangun, kita sudah berlandas di bandara
Internasional Changi,”
“hoooammm,
apa kita baru sampai?ya ampun berarti tadi hanya mimpi sesaat,”
Ternyata
kejadian yang dialamai tadi hanya sebuah bunga tidur Suparman. Suparman juga
jadi ketawa- ketawa sendiri karena peristiwa seperti itu sesuatu hal yang
sangat tidak diharapkan.
Mereka
berdua berkemas barang agar tidak ada yang tertinggal di pesawat. Satu jam
setengah lebih 15 detik waktu yang di butuhkan pesawat yang di duduki Suparman
dan heri ketika terbang. Perasaan pertama kali naik pesawat udara, ketegangan
serta ketakutan sirna. Apalagi mimpi itu memberikan hikmah pada Suparman bahwa
setiap keburukan pasti Allah swt memberikan kebaikan.
Saat
keluar dari pintu pesawat, sudah ada yang melambaikan tangan serta membawa
kertas agak besar bertuliskan Suparman. Endapan serta harapan agar cepat
menyelesaikan pendidikan bisnis di Negri Singa.
Sebelum
Suparman dan Heri berpisah mereka pamitan terlebih dahulu.
“oooh
ya man, semoga kamu cepat menyelesaikan pendidikannya. Kalo sudah selesai
hubungi saya saja,”
“iya
isya allah, kamu juga her semoga sukses, aku berangkat dulua ya, soalnya sudah
ada yang jemput,”
“
hati- hati,”
Mereka
berdua berpisah, barang- barang yang di bawa Suparman di serahkan ke petugas
yang telah di perintahkan Pak Salman.
Mobil pribadi sudah ada di parkiran bandara untuk membawa Suparman ke
rumah. Karena Pak Salman mempunyai Rumah di singapura.
Dalam
perjalanan, ketakjuban dari indahnya negri singa itu terpancar dari jalan yang
rapih, trotoar tertatar rapih, dan tak ada kemacetan di setiap sudut jalan yang
dilewati.
Gedung
pencakar langit tepi laut membuat indah tersendiri negri singa.
“
masih lama ya pa?”
“bentar
lagi ko pa, paling 25 menitan lagi sudah
sampai dirumah.”
“
ya sudah, kalau begitu aku tidur dulu sebentar, nanti bangunkan kalo sudah
sampe.”
Suparman
beristirahat terlebih dahulu dimobil untuk menangkan perasaan serta pikiraan.
“pa
sudah sampai.” Ujar Supir sambil membangunkan Suparman.
“
sudah sampai?, “
Terlihat
rumah mentereng dan besar saat Suparman membuka pintu mobil disana.
Aktivitas
serta tugas Suparman baru saja di mulai demi mewujudkan harapan Pak Salman di
negri Singa.
Dirumah,
kelurga kecil selalu mendoakan Suparman agar selamat dan dimudahkan dalam
segala urusan yang di jalani. Istri serta anak anak Suparman tak tahu kalau
pergi keluar negri untuk melaksanakan tugas dari pak Salman karena masih di
sembunyikan, apalagi mengenai Suparrman telah bertemu dengan bapak kandung dan
pewaris tunggal perusahaan raksasa.
Putri
seolah rindu akan Suparman, meskipun kepergian Suparman hanya beberapa hari
namun membuat sesak hati serta pikiran. Putri mencoba tabah dan mencoba
menerima kenyataan.
Solihin,
Roni, Taqwa serta Iman tak panik karena mereka mengerti satu sama lain dengan
Suparman.
Hari
demi hari terus berjalan, Suparman terus mengasah kemampuan berbisnis di bawah
bimbingan Prof. merygan. Satu persatu rangkaian ilmu terus mengalir kedalam
otak suci Suparman.
Hingga
habis Ilmu dari Prof. merygan di telan Suparman. Membutuhkan waktu kurang 10
hari untuk menyelesaikannya. Suparman akhirnya lega bisa menuntaskan pendidikan
bersama seorang Profesor.
Disana
Suparman menghubungi teman saat di pesawat via telepon. Karena tak bisa menemui
.
“
assalamualaikum, her dmana?”
“waalaikumsalam,
aku lagi di kantor. Bagaimana pendidikan bisnis kamu, apakah sudah beres?”
Alhamdulillah,
beres her. Aku tak bisa menemuimu disini . karena keluarga aku menunggu
kepulanganku. Maaf sekali ya her, nanti sore aku akan terbang ke Indonesia.”
“
ooh gitu, iya gapapa. Nanti saja kita bertemu di Indonesia. Hati – hati.”
“
terimakasih her. Assalamualaikum, “
“
ya sama- sama, waalaikumsalam”
Setelah
itu Suparman berkemas pulang kerumah untuk memburu jadawal penerbangan pada
sore hari. Tak lupa membeli oleh- oleh terlebih dahulu untuk istri dan anak-
anak.
Penampilan
Suparman kini memai jas, dasi, baju kemeja layaknya pengusaha. 2 jam lagi untuk
menuju bandara internasional change. Suparman seperti biasa beristirahat di
dalam mobil.
Merasakan
kenikmatan serta kedasyatan ilmu berbeda sekali ketika hidup tanpa ilmu dan
pengalaman. Segala sesuatu bisa dikerjakan dengan mudah dan gampang apabila
memakai ilmu.
“mang
terimakasih ya atas segala bentuk bantuan di sini, aku pamit pulang dulu .”
“iya
pa sama- sama”
Suparman
pulang dengan kegembiraan serta kebahagian atas keberhasilan dalam melahap
semua ilmu yang telah diberikan guru besar merygan. Namun perasaan sedih menghantui
Suparman, ijin pada anak dan istri hanya 7 hari sedangkan waktu yang di tembuh
10 hari. Ketakutan suparman pada istri dan anak- anak berlebihan mengakibatkan
perjalanan pulang terasa hampa.
Rindu
tak terbendung pada sanad keluarga, perjalanan sebentar menjadi agak lama.
Untung di bandara soekarno hatta sudah di jemput pa salman, dalam perjalanan
pulang Suparman curhat tentang perasaan kerinduan pada keluarga serta kekhawatiran
pada istri dan anak- anak.
“
tenang dulu- tenang dulu nak, keluargamu pasti mengerti dengan kondisi kamu
saat ini, banyak sekali perubahan yang terjadi padamu saat ini. Dari penampilan
saja, kamu sudah seperti pengusaha ulung.”
“masa
sih pa?,”
“ya sudah kita sekarang ke rumah kamu langsung
untuk menjelaskan semua yang terjadi”
Enam
jam waktu tempuh dari bandara soekarno hatta ke rumah Suparman, degdegan terus
karena kekhawatiran yang tak kunjung padam.
Disela-
sela waktu luang, pa Salman mencoba member motivasi agar ketegangan itu tak
muncul lagi.
Rumah
bersih, tanaman terurus serta suara canda tawa di dalam rumah terdengar begitu
mesra. Suara itu terhenti ketika suara mobil sedan Mercedes ben datang.
Sontak
mereka terkejut Karena kedatangan mobil itu, mereka bertanya- Tanya siapakah
gerangan yang datang kerumah. Padahal belum pernah ada orang yang membawa mobil
kerumah.
Pintu
di buka , sepatu mahal turun dari mobil. Perlahan belum ketaksir orang yang
memakai jas, berdasi serta diiringi kakek- kakek.
Tak
disangka, sosok seseorang yang selalu memakai bagu compang camping kini mekakai
jas, berdasi serta memakai kemeja.
“
bapaaaaaaaa” teriak hesteris haru anak- anak.
“
maaf bapa tidak tepat waktu dalam kepulangan,” sambil memeluk anak- anaknya.
“
bapa dari mana saja, ko lama?”
“
iya nak nanti bapa jelasin”,
“Ayoo
silahkan masuk pak, ooh iya bapa membawa oleh- oleh buat kalian,”
“Mang
tolong ambilin oleh- olehnya di bagasi mobil”, teriak Suparman.
“iya
pa”
Mereka
berkumpul diruang tamu .
“
sebelumnya Perkenalkan anak- anak, ini adalah Bapak Salman, beliau adalah bapak
kandung bapak. Puluhan tahun bapa menganggap bahwa bapa tak mempunyai keluarga
serta orang tua. Ternyata kakekmu ini sengaja menelantarkan bapak supaya
mandiri.”
“Terus,
bapa sekarang sudah dari mana?”
“
kakekmu adalah pengusaha yang begitu sukses nak, sekarang bapak adalah orang
yang akan mengelola sebagian hartanya. Untuk itu kemarin 10 hari bapa di kirim
ke Negara Singapura untuk menimba ilmu bisnis, maafin bapa ya bu, nak.”
“
bapa, abis dari Singapura?”
“
iya nak, bapa bawakan oleh – oleh itu untuk kalian.”
“begini,
kakek akan mengajak kalian tinggal dirumah sana, biar rumah tidak sepi dan
mengakrabkan keluarga besar.
3
tahun kemudian,
Roni
sudah menjadi pengusaha industri kaya raya, Roni masuk ke kampus elit, Taqwa
menimba ilmu di SMA luar kota. Sedangkan Iman menjadi quro ulung. Apalagi Suparman dan Putri kini menjadi tuan dan
nyonya kaya raya. Pak salman hidup sangat bahagia bersama cucu, anak serta
menantunya.
Merek
bersama taat dan patuh pada agama, meski cobaan datang silih berganti.
.
No comments:
Post a Comment