Hari ini rasanya saya bisa dikatakan aku sedang mengalami rasa senang, sedih, ataupun galau. Soalnya dalam semester pertawa ini dikampus Ungu saya sangat sangat dituntut untuk beradaptasi cepat dengan lingkungan kampus yang begitu super sibuk dengan tugas, tugas dan tugas.
Ia
sih awalnya emang nyantai, beberapa minggu selanjutnya, ya aammmmpuuunnnn
bingung ku memikirkannya juga. Sampe- sampe sering bengong melihat fenomena
yang kurasakan.
Tapi
dalam kehidupan yang sangat sibuk dan sibuk, aku yakin bisa melewati itu semua
asalkan ada kemauan dan keikhlasan dalam menjalaninya.
Aku
sempat berpikir bahwa didalam waktu yang sangat singkat ini, aku mana mungkin
bisa menjalani dan melewati semua itu. Dan nyatanya aku bisa menjalani
akitifitas saya dengan rasa ikhlas, meskipun kadang ada sesuatu hal yang tidak
diingingkan terjadi.
Motivasi
demi motivasi yang diberikan oleh sang dosen aku terima dan aku jalani, tapi
ada yang seru dan unik dari salah satu dosen matakuliah saya yang satu ini.
Oke
gaya mengajarnya emang siih aga membuat mata ini kantuk karena bicaranya yang selowww.ahhhaaaaa
Tapi
beliau sering menceritakan tentang anaknya yang sedang kuliah di jurusan
kedokteran, terus menceritakan tentang awal beliau ketika masuk IKIP Bandung
jurusan kesastraan Bahasa Indonesia, menceritakan tentang karya karya tulisannya, tentang perjalanan beliau
belajar dan mendapatkan beasiswa dan yang sangat sangat saya tersentuh dan
sangat kena dalam diri saya yaitu ketika beliau menceritakan cita- citanya saat
ingin menikah tapi harus lulus kuliah dulu, ahhhhhhhaaa, kebayang ga tuhh , ga
jauh beda dengan anak jaman sekarang yang pengen cepet nikah.hhhhe. Dan menceritakan
bagaimana awal kisahnya setelah lulus s1 keguruan, dan beliau ketika itu kebingugan dengan
tanggung jawabnya sebagai seorang kepala keluarga pada waktu itu karena ketika
sudah lulus s1 langsung menikah. Na’as
sekali saya mendengar beliau bercerita ketika melamar pekerjaan kesana kemari,
sekolah- demi sekolah telah di tempuh untuk mencari lowongan pekerjaan , namun
setiap sekolah yang beliau datangi di daerah beliau tinggal namun selalu saja
ditolak, dan tolakannya itu di barengi dengan kata- kata yang sinis.
Akhirnya
beliau memutuskan untuk ke Jakarta langsung menemui bapa kepala pendidikan. Dan
di Jakarta beliau diterima dan disambut dengan baik. Akhirnya beliau di
tugaskan di salah satu SPG di daerahnya kalo tidak salah oleh Kepala Pendidikan.
Dan mengajar di sekolah- sekolah swasta.
Dan
sangat mengenaskan sekali pada saat itu gaji pns tenaga pendidik hanya Rp 27.000.
itu beliau untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dari sana semua.( Berceritanya
sambil tertawa)
Ketika
di kampus ungu lagi membludak mahasiswa dan kekurangan tenaga pendidik,
akhirnya beliau mendaftarkan diri sebagi dosen dan Beliau bersyukur, sampai
sekarang masih dapat memberikan ilmu di kampus ungu tercinta ini dan beliau
berjanji takan pernah pindah dari Kampus Ungu ini. “Karena kampus ungu ini
memberikan kesejahteraan hidupnnya sampai bisa naik haji” kata beliau.
Dan
beliau memberikan amanat pada kita
secara tidak langsung,
bahwa hidup itu berakit- rakit kehulu,
berenang-
berenang ketepian,
dan
bersakit- sakit dahulu
bersenang-
senang kemudian.
Beliau
bercerita “bahwa hidup saya itu sekarang tinggal menikmati saja, haji udah,
rumah punya, mobil punya, anak sudah mau sarjana, istri masih ada, jabatan
pernah menduduki meskipun tidak rector, ( sambil ketawa dan senyum yang lebar)
Tinggal
memberikan ilmu ke kampus setelah itu pulang”.imbuhnya.
Saya
menangkap hikmah dibalik cerita itu bahwa setelah mendengar cerita tersebut,
kita harus termotivasi dan menambah
semangat tambahan bagi kita agar bisa lebih sukses darinya.
Salam Sastra, Salam Budaya, Salam Indonesia
No comments:
Post a Comment